MAHASISWA BERGERAK BERSAMA RAKYAT
Refleksi Pergerakan Mahasiswa Sebagi Spirit Perubahan Sosial
Mahasiswa sebagai salah satu unsur masyarakat, mendapat tempat yang sangat terhormat ditengah-tengah masyarakat. Disamping karena mahasiswa adalah kelompok yang terdidik dan terpelajar, juga karena memiliki fungsi, peran dan tanggung jawab intelektual dalam berbagai sendi kehidupan di negeri ini. Bisa dibayangkan, apa jadinya negeri ini tanpa adanya mahasiswa bersama dengan peran social politisnya.
Betapa tinggi penghargaan yang diberikan kepada kelompok terpelajar dalam institusi perguruan tinggi ini sampai-sampai diberikan label “Maha”, yang jika dikaitkan dengan kajian teologis maka label itu hanya pantas dipersandingkan dengan sifat ketuhanan. Sehingga pada hakikatnya, Mahasiswa -Maha yang berarti besar dan Siswa artinya pembelajar (Mahasiswa adalah pembelajar yang tidak hanya memiliki fungsi untuk belajar tetapi jauh daripada itu, dia memiliki fungsi-fungsi strategis dalam masyarakat) yang memiliki fungsi dan peran sosial politik yang tertanam dalam jiwa-jiwa keintelektualan mahasiswa. Hal inilah yang membedakan mahasiswa dengan pelajar biasa lainnya.
Fungsi-fungsi social politik mahasiswa itu lebih jauh akan diaplikasikan dalam bentuk pergerakan yang selanjutnya disebut dengan “Pergerakan Mahasiswa”. Hal paling signifikan yang membedakan gerakan mahasiswa dengan gerakan social politik lainnya adalah intelektualitas dan moralitasnya. Tapi mesti ditegaskan bahwa tidak semua mahasiswa itu intelektual. Dan gerakan mahasiswa mesti berlandaskan moralitas sehingga pergerakan mahasiswa bukan atas dasar kepentingan politik pragmatis yang akan menguntungkan diri sendiri atau kelompok tertentu melainkan demi kepentingan bangsa dan negara ini.
Sejarah bangsa ini telah memahamkan kita tentang bagaimana peran social gerakan mahasiswa. Tahun 1996, mahasiswa bersama dengan ormas lainnya berhasil menumbangkan rezim kekuasaan Presiden Soekarno. Tahun 1998, gerakan mahaiswa bersama rakyat juga telah berhasil menumbangkan rezim ORBA yang berkuasa selama 32 tahun. 2 hal yang sangat penting diperhatikan dalam keberhasislan gerakan mahasiswa pada massa itu yakni momentum yang tepat karena berbarengan dengan kondisi sosial politik yang berubah. Dan kedua, mahasiswa memiliki musuh bersama yang tersimbolkan dalam sebuah rezim pemerintahan.
Gerakan mahasiswa pada tahun 1998 terfokus pada isu-isu sentral dan gugatan-gugatan peran politik pemerintah yang tidak demokratis meski secara konstitusional negara pada saat itu adalah menganut system demokrasi tetapi itu hanya sekedar basa-basi saja. Iklim pemerintahan yang tidak demokratis ditambah lagi peran politik pemerintah yang tidak memihak kepada kepentingan rakyat melahirkan kebijakan-kebijakan negara yang justru menindas rakyat. Titik inilah yang menjadi pusat serangan gerakan mahasiswa pada saat itu.
Namun apa yang terjadi hari ini. Realitas problematika sosial yang sangat membingungkan. Siapa musuh kita bersama? Apakah ada momentum yang tepat dan dapat menyatukan pergerakan seluruh mahasiswa bersama elemen gerakan rakyat lainnya? Ataukah strategi pwergerakan mahasiswa hari ini sudah tepat? Tentu hal ini membuat kita tercengang. Sangat sulit untuk melihat dan menentukan siapa musuh bersama yang akan menjadi pusat serangan pergerakan. Pada masa sekarang ini, di negara kita siapapun bisa menjadi kawan tetapi juga sekaligus bisa menjadi musuh. Sangat sulit memetakan siapa kawan dan siapa lawan. Ditambah lagi dengan kondisi sosial yang semakin hari semakin gila, kita pasti tak dapat menentukan kapan waktu yang tepat untuk menyerang. Maka timbullah keraguan terhadap strategi gerakan yang sampai hari ini monoton dan tanpa adanya pola strategi gerakan baru.
Apa yang mesti segera dilakukan oleh mahasiswa?
Kalau realitasnya seperti ini, apa yang mesti dilakukan oleh mahasiswa? Apakah segera kembali ke kampus dan memaksimalkan diri untuk fokus belajar dan berusaha untuk cepat menyelesaikan study lalu mencari pekerjaan kemudian menikah dan seterusnya? Ataukah kembali menggencarkan aksi-aksi demonstrasi yang reaktif dan progresif yang justru hari ini telah kehilangan legitimasi dan simpati dan justru mendapat kecaman dan sumpah serapah dari rakyat yang dipejuangkan? Ataukah bersikap acuh tak acuh dan bersikap seakan-akan taka ada yang salah dengan negeri ini? Pilihan-pilihan diatas tentunya bukanlah pilihan yang bijak meski ini adalah pilihan yang sangat sulit. Disatu sisi, pergerakan mahasiswa atas nama rakyat, sedangkan disisi lain, rakyat tak tahu kalau mereka sedang diperjuangkan bahkan justru memberikan sumpah serapahnya pada aksi-aksi mahasiswa yang reaktif dan radikal.
Pertnyaan yang sewajarnya akan muncul ialah, apa yang menyebabkan kondisi seperti ini? Pertnyaan inilah yang semestinya dijawab oleh mahasiswa hari ini. Berbagai analisis pergerkana mahasiswa telah mengemukakan bahwa proses delegitimasi (ketidak pengakuan) rakyat terhadapa gerakan mahasiswa sebagian besar disebabkan oleh mahsiswa itu sendiri. Yang nampak dalam pandangan masyarakat hari ini bahwasanya pergerakan mahasiswa mulai kehilangan arah/tujuan (disorientasi gerakan). Kalau dulunya, pergerkan mahasiswa, murni untuk melepaskan rakyat dari ketertindasan. Maka, hari ini yang terlihat, sebagian besar pergerakan mahasiswa hanyalah pergerakan elite yang memperjuangkan kepentingan-kepentingan politik pragmatis dengan menggunakan nama rakyat sebagai topeng kebusukannya. Al hasil, legitimasi rakyat terhadap pergerkan mahasiswa terkikis, pudar bahkan berujung pada ketidakpercayaan. Situasi yang paling jelas terlihat depan mata kita, ketika mahasiswa melakukan aksi-aksi yang reaktif maka rakyat bersumpah serapah, aksi mahasiswa itu aksi bayaran. Kalau situasi sudah separah ini, maka dimana lagi legitimasi (pengakuan) dan kekuatan pergerakan social hari ini?
Jawaban yang paling mungkin kita berikan adalah segera mencari strategi baru dalam pergerkan social kemasyarakatan (mahasiswa dan rakyat).
Para pakar analisis pergerakan social telah banyak mengemukakan pendapat bahwa pergerakan mahasiswa hari ini semakin hari semakin meninggalkan basis rakyat. Akhirnya, yang terbangun adalah jiwa intelektual elitis dalam tubuh mahasiswa yang tentunya mengakibatkan pergerakan mahasiswa semakin hari semakion jauh dari basis masyrakat yang secara hakikatnya mesti berjuang bersama mahasiswa. Maka, strategi yang paling mungkin dilakukan adalah segera mengembalikan pergerakn mahasiswa pada basis legitimasi (pengakuan dan kepercayan) dan kekeuatan basis rakyat. Dan tidak lagi mengedepankan pergerakan yang elitis dan hanya berkutat pada kepentingan poltik praktis dan pragmatis (hanya mencari keuntungan materi). Rakyat mesti disadarkan bahwa mahasiswa masih komitmen dan senatiasa bergerak demi penghapusan penindasan terhadap rakyat.
Mahasiswa intelektual tidak hanya berkutat pada ruang lingkup akademiknnya saja tetapi lebih jauh lagi keintelektualan mahasiswa akan lebih mencerhakan ketika mampu berjabat tangan dengan rakyat dan senantiasa memberikan penyadaran social dan moral bahwasnya, hari ini ada prinsip yang mesti kita rebut bersama. Prinsip untuk menghilangakan segala bentuk pembodohan dan penindasan oleh penguasa/birokrasi yang zalim dari negeri tercinta ini dan ciptakan keadilan social serta kesejahteraan secara menyeleruh bagi seluruh warga negara. Bisa dibayangkan, jikalau saja hari ini kekuatan initelektual (mahasiswa) dan kekuatan basis dan legitimasi (rakyat) dapat bersatu dan bergerak bersama. Yakin dan percaya penguasa yang zalim dan menindas rakyat pasti akan binasa.
Oleh karena itu, Sudah Saatnya Mahasiswa Mesti Bergerak Bersama Rakyat.
HIDUP MAHASISWA …!!!
HIDUP RAKYAT TERTINDAS …!!!
Kurniawan Sabar
Presiden BEM Universitas Negeri Makassar Periode 2007-2008