PEMILIHAN DEKAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNM; LAPORAN PERTANGGUNG JAWABAN, KONSPIRASI KANDIDAT & KONSISTENSI LEMBAGA KEMAHASISWAAN

Oleh: Ardiansyah Jasman
Rakyat Jelata 2006

Mengakhiri masa jabatan Dekan Fakultas Psikologi periode 2006-2010 tanpa laporan pertanggungjawaban menunjukan bahwa demokrasi benar-benar telah dikudeta oleh pihak-pihak yang berkuasa. Aspirasi-aspirasi mahasiswa yang menuntut laporan pertanggungjawaban sebelum pemilihan dekan dibelenggu begitu eratnya sehingga nyaris tak memberi ruang sedikitpun untuk bersuara. Suara-suara kritis yang dulu berani berteriak lantang kini menjadi lumpuh dikungkung teror menakutkan yang berimbas pada nilai akademik. Mahasiswa pun terasa berada dalam buih terdiam karena idealisme yang telah dipenjarakan oleh penguasa birokrasi sehingga diprognosa akan perlahan mati dalam dekapan perjuangan kebenaran.

Meski begitu harus dipahami dengan lunak bahwa tuntutan mahasiswa mendesak Dekan Fakultas Fakultas Psikologi membacakan laporan pertanggung jawaban kepemimpinan secara terbuka membuktikan bahwa mahasiswa psikologi telah sadar akan tanggungjawabnya sebagai generasi muda yang mempunyai misi-misi perjuangan memperbaiki tatanan bangsanya, melepaskan diri dari lilitan kebodohan dan penindasan melalui intelektulitas yang dimilikinya. Apa yang dipahami mahasiswa tentang Laporan pertanggung jawaban adalah tidak menjadi ajang sidang bagi oknum yang didesak, akan tetapi menjadi momentum mengevaluasi kinerja sebagai reverensi untuk pemimpin Fakultas Psikologi masa depan dalam memperbaiki dan meningkatkan apa yang diharapkan civitas akademika secara menyeluruh.

Pemilihan Dekan Fakultas Psikologi tahun 2010 menjadi catatan sejarah bahwa demokrasi begitu mahal harganya di Fakultas Psikologi untuk diraih. Perdebatan panjang para senator manandai genderang demokrasi ditabuh untuk menyuarakan kebenaran hakikih menuntut laporan pertanggungjawaban dekan periode sebelumnya. Namun, sekuat apapun politik dan konspirasi yang dihadapi, kebenaran mutlak akan menjadi pemenang dalam sebuah peperangan urat syaraf yang memanas dalam ruang berAC, sehingga gerbang telah terbuka lebar untuk meraih sebuah demokrasi.

Konspirasi Kandidat Dalam Pimilihan Dekan Yang politis
Sejarah akan mencatat bahwa akan terjadi rekonstruksi gagasan dan pemikiran dari para kandidat yang menjadi pemenang dari kompetisi yang sangat politis ini, karena tidak dapat dinafikkan bahwa pemilihan dekan Fakultas Psikologi telah tercium bau politik yang begitu menyengat. Kompetisi memperebutkan orang nomor satu di Fakultas Psikologi menjadi harga mati menduduki singgasana terhormat sehingga politisasi jabatan dimungkinkan halal terjadi di sini. Sejumlah manuver politik perlahan dimainkan mulai dari pendekatan persuasif kepada kedelapan pemegang kunci sebagai algojo penentu kemenangan, sampai unsur-unsur secara de facto tidak masuk dalam hitungan seperti mahasiswa. Meski begitu mahasiswa menjadi sasaran empuk para kandidat untuk mendapatkan teriakan-teriakan dukungan sebagai alternatif mengoyahkan konstalasi pergerakan suara yang telah dipetakan para master campaign (MC) masing-masing kandidat.

Lembaga Kemahasiswaan yang idealnya memposisikan diri sebagai variabel yang steril dari politik parties (Seperti partai politik) sangat disayangkan apabila terjadi perselingkuhan dengan para kandidat karena terbawa khayal dengan mimpi-mimpi yang dipaparkannya melalui visi-misi yang menghipnotis. Indenpendensi Lembaga Kemahasiswaan adalah harga mati yang tidak dapat ditawar-tawar oleh kepentingan politik manapun, bahkan dengan para kandidat yang notabene nantinya salah satu dari mereka menjadi ayahanda Dekan Fakultas Psikologi yang wajib dihormati sebagai orang tua dan pemimpin.

Lembaga kemahasiswaan dalam hal ini BEM/MAPERWA yang menjadi representatif mahasiswa psikologi harus benar-benar memperlihatkan konsistensinya mengawal grand issue yang dicetuskan pada rapat konsolidasi bersama mahasiswa dan fungsionaris LK lainnya. Mobilisasi massa dalam gerakan perjuangan menjadi variabel pendukung suksesnya desakan tuntutan dengan diiringi totalitas BEM/MAPERWA sebagai martil di garda terdepan. Kolektivitas menjadi power yang tidak dapat ditumbangkan oleh kekuatan apapun sehingga militansi dan kesolidan BEM/MAPERWA menjadi antiseptik terhadap konspirasi-konspirasi politik dari para kandidat yang mencari cela masuk pada variabel pendekatan emosional yang bukan tidak mungkin melunturkan peta gerakan bahkan sampai idealisme dapat dengan mudahnya ditelanjangi dan diperkosa hingga kesucian idealisme itu sendiri hanya menjadi barang tuturan yang hanya sekedar diteriakkan di hadapan rakyat jelata tak berdosa (baca: mahasiswa) tanpa memiliki roh subtansial....
Hidup Mahasiswa.....!!
Hidup Rakyat......!!