Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Psikologi UNM mengadakan kajian mengenai Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) pada Jumat (21/12/2012) di areal taman kampus UNM Gunung Sari. Kegiatan yang dihadiri oleh fungsionaris lembaga kemahasiswaan dan sejumlah mahasiswa Fakultas Psikologi UNM itu membahas hal-hal penting terkait keberadaan RUU Kamnas dan sikap mahasiswa Psikologi terhadap isu tersebut.
Pemunculan isu terkait RUU Kamnas tidak lepas dari kekhawatiran terhadap efek yang akan ditimbulkan dalam pelaksanaannya nanti ketika telah disahkan menjadi undang-undang. Sejumlah pasal mengundang interpretasi yang berbeda yang berujung pada pro dan kontra terhadap RUU ini. Indikasi kuat bahwa RUU Kamnas (keamanan nasional) justru dapat menjadi RUU Kaku (keamanan kekuasaan). Kekhawatiran bahwa RUU ini jika telah disahkan menjadi undang-undang maka akan menjadi alat untuk menekan segala bentuk tindakan anti pemerintah, khususnya bagi pelaku pergerakan sosial, organisasi, aktivis, dan mahasiswa. Bisa jadi tidak akan ada lagi demonstrasi di jalan.

Pasal-pasal RUU Kamnas yang menjadi topik kajian:
1.    Pasal 14 ayat 1;
“Status daerah militer diberlakukan bila ada kerusuhan sosial”.
2.    Pasal 17 ayat 4;
“Ancaman potensial dan aktual ditentukan dan diatur oleh peraturan pemerintah.”
3.    Pasal 27 ayat 1;
“Panglima TNI dapat menetapkan kebijakan operasi dan strategi militer berdasarkan kebijakan dan strategi kebijakan penyelenggara Kamnas ”


Karena beberapa hal tersebut, BEM F-Psi UNM mengadakan Kajian RUU Kamnas guna membicarakan mengenai hal-hal apa saja yang menjadi pemicu pro-kontra dalam rancangan yang dianggap tidak sesuai dan bagaimana caranya agar masalah mengenai RUU Kamnas ini bisa terselesaikan. Sebagaimana juga diketahui bahwa mahasiswa juga harus turut serta dalam menanggapi masalah-masalah yang ada dalam masyarakat, salah satunya terkait dengan RUU Kamnas.
            “Saat ini RUU Kamnas masih dalam tahap proses pembahasan, jadi untuk menggagalkan RUU Kamnas kita harus menelaah pasal-pasal yang menjadi penjerat. Misalnya pasal yang dianggap melanggar padahal nyatanya tidak, begitupun sebaliknya, lalu pihak-pihak apa saja yang memberi dampak buruk atau baik dalam RUU Kamnas ini” ujar Muhammad Reza selaku pemateri dalam Kajian RUU Kamnas (21/12)
Ditemui usai mengikuti kajian tesebut, salah seorang mahasiswa mengemukakan pandangannya terhadap keberadaan peraturan tentang keamanan negara yang saat ini dirancang oleh pemerintah. “Dalam hal ini, kita tidak boleh memandang pemerintah sebelah mata. Kita harus melihat dari kedua sisi, baik negatif maupun positifnya karena pemerintah tentunya mempunyai beberapa alasan sehingga mereka berfikir untuk membuat RUU Kamnas ini. Memang terlihat banyak kontroversi yang timbul karena adanya isu mengenai RUU Kamnas. Beberapa pasal dirasa tidak sesuai, yang berakibat munculnya pro dan kontra diberbagai kalangan. Jadi setidaknya kita harus berpikir kritis dalam menyikapi hal ini,” ujar Yuli, salah seorang mahasiswa yang mengikuti kajian RUU Kamnas pada Jumat (21/12).
Mahasiswi angkatan 2012 itu menambahkan pentingnya akal sehat dalam melaksanakan gerakan kemahasiswaan. “Sebelum turun aksi setidaknya ada beberapa hal penting yang harus dipikirkan, jangan melakukan hal-hal jaman dulu, seperti suku bar-bar lakukan yang bertindak tanpa pemikiran matang terlebih dahulu. Setidaknya kita harus menyadari bahwa kita adalah mahasiswa, jadi gunakan pemikiran intelektual kita dalam menghadapi masalah,” tandasnya.
Lain halnya dengan komentar Ketua Umum BEM F-Psi UNM Periode 2012-2013. Roni yang ditemui usai kajian RUU Kamnas pada Jumat lalu lebih memilih berkomentar tentang pentingnya kegiatan semacam itu. “Secara umum memang BEM memiliki komisi Advokasi dan Komunikasi dimana komisi ini dipegang oleh Divisi III. Adapun tujuan kajian ini diadakan untuk bagaimana cara menimbulkan kesadaran kritis kepada seluruh mahasiswa Psikologi melalui forum-forum seperti ini agar tidak kaku dan tidak monoton seperti saat berada diruang kelas ” ujarnya.
Mahasiswa angkatan 2009 itu berharap kegiatan semacam ini bisa terus terlaksana. “Sebenarnya harapan dari kajian-kajian seperti ini bisa lebih diintensifkan lagi, agar kesadaran-kesadaran dan budaya-budaya berdiskusi tidak hilang dari mahasiswa sekarang, khususnya mahasiswa Psikologi. Transfer-transfer ilmu, lebih membaik lagi ketimbang kita menerima materi diruang kuliah yang beberapa masalah tidak kita temukan. Jadi ini adalah transfer ilmu yang diupayakan bisa lebih di intensifkan lagi,” tandasnya. (WM).