Sabtu
(06/04/13)bertempat di Gedung Rektorat Lantai 3 Universitas Negeri Makassar,
HimpunanPsikologi Indonesia (HIMPSI) Sulawesi Selatan menghelat Seminar Kode
Etik Psikologi.
Mengangkat
tema“Hukumdan Pelanggararan Kode Etik Psikologi; Siapkah Masyarakat Psikologi?”
panitia seminar menghadirkan Ketua Umum Himpsi Pusat, Dra. Retno Suhapti,
S.U.,M.A., Psikolog, serta Erwin Kallo, S.H., M.H sebagai praktisi di bidang
hukum. Kedua pemateri ini secara aktif memberikan penjelasan tentang kode etik
psikologi serta menekankan pentingnyamenerapkan kode etik profesi dalam bidang
apapun termasuk bidang ilmu psikologi.
Dalam seminar
tersebut, Retno selaku Ketua Umum Himpsi menjelaskan bahwa kode etikpsikologi
harus dipahami dan dilaksanakan karena hal tersebut menjaminkeandalan hasil
kerja praktisi psikologi. “Kode etik psikologi harus dipahami olehseluruh
elemen yang terlibat dalam bidang psikologi karena dengan adanya kodeetik,
profesionalitas psikolog dan ilmuwan psikologi dapat terjaga,” tuturRetno.
Lebih
lanjutRetno menerangkan bahwa jika praktek-praktek psikologi tidak diatur dalam
kode etik profesi, sama artinya tidak ada acuan yang baku. Hal itu tentu
memungkinkan terjadinya kekeliruan yang dilakukan oleh oknum praktisi ilmu
psikologi. Kekeliruan salah seorang praktisi psikologi akan berdampak kepada
seluruhpraktisi psikologi dan institusinya. “Kalau ada yang bermasalah, kan
reputasipsikolog yang lain juga bisa terpengaruh, serta profesi psikologi juga,”
tegas Retno.
Menyambung
pernyataan Retno, Erwin Kallo dalam kapasitasnya sebagai praktisi di bidang
hukum turut menekankan pentingnya kode etik profesi. “Kode etik itu
adalahundang-undang bagi anggotanya,” tegas Erwin. Hal itu dapat dipahami
karena kode etik merupakan aturan khusus yang dibuat untuk mengatur etika atau standar
kerja profesi tertentu.
Peserta yang
hadir berjumlah tidak kurang dari 250 orang yang berasal dari empat fakultas
psikologi se-kota Makassar yakni FakultasPsikologi Universitas Negeri Makassar,
Universitas Indonesia Timur, UniversitasHasanuddin, dan Universitas 45. Adapun
seminar tersebut merupakan rangkaian kegiatan yang mengawali Musyawarah Wilayah
II Himpsi Sulsel. “Iya, betul memang kalau seminar ini sebagai bagian kegiatan
Muswil (Himpsi Sulsel-red). Jadi sekalian ada ibu Retno juga. Panitianya
seminar, panitianya ji juga Muswil”
Tutur Rhesa, mahasiswa F-Psi UNM angkatan 2008 yang juga sebagai panitia
kegiatan muswil.
Peran Vital Organisasi Profesi
Diakui oleh
Retno, sampai saat ini belum ada undang-undang yang secara khusus mewadahi dan
mengatur praktisi ilmu psikologi. Walau demikian, beberapa aturan telah
“disisipkan” ke undang-undang kesehatan. “Untuk membuat undang-undang
tersendiri butuh waktu yang lama dan biaya yang banyak. Jadi kami usahakan
menyisipkan saja profesi psikologi di dalam beberapa undang-undang kesehatan”
jelas Retno. Selain kode etik, praktisi psikologi juga terikat dengan beberapa
aturan umum baik bidana maupun perdata. Sebut saja undang-undang pencemaran
nama baik, undang-undang perbuatan tidak menyenangkan serta undang-undang
perlindungan konsemen.
Erwin, dalam
seminar kode etik yang diselenggarakan oleh Himpsi Sulsel, berulang kali
menekankan fungsi dan peran organisasi profesi. Menurutnya, kode etik harus bisa
diterapkan. Ia menambahkan bahwa aturan berupa kode etik itu penting tapi akan
sia-sia jika tidak ada sanksi.Posisi organisasi profesi ialah selain mengawasi,
juga sekaligus memberi sanksi terhadap pelanggar kode etik. “Himpsi sebagai
organisasi profesi harus tegas dan konsisten, baik melindungi maupun memberi
sanksi,” terang Erwin. (‘aM)
Social Link