Tak ada lagi magnet kuat yang mampu menarik hasrat belajar kaum intelektual penyandang status 'mahasiswa'. Kampus yang selalu dikenal sebagai ladang tumbuh suburnya tradisi keilmuan kini terasa seperti tanah mati, budaya intelektual tak lagi punya nyawa.

Begitulah pemandangan kampus hari demi hari. Taman-taman kampus dan ruang kelas di sela jadwal perkuliahan kosong yang biasanya diisi oleh sekelompok mahasiswa untuk berdiskusi kini jarang terlihat lagi. Mahasiswa yang seharusnya menjadi kaum kritis disulap menjadi kaum hedonistik, pemuja budaya pop, pengekor fashion, dan peniru tren.

Amirul Amin, mahasiswa Antropologi Fakultas Ilmu Sosial, mengakui bahwa dirinya prihatin dengan suasana kampus yang tak lebih dari sekedar tempat kuliah semata. "Pandangan saya melihat dari kacamata antropologi bahwa budaya diskusi di kalangan mahasiswa mulai perlahan semakin menurun mahasiswa lebih cenderung menghabiskan waktu di media sosial dibandingkan ngumpul di kampus untuk berdiskusi," ujar mahasiswa asal Gowa ini.

Lain Amirul, lain pula Jamal. Sebagai mahasiswa baru yang mendamba kehidupan kampus yang penuh dengan gairah ilmu pengetahuan, dirinya menyatakan bahwa ia sangat jarang mendapat kesempatan untuk mengikuti diskusi kemahasiswaan. "Ada, tapi sekali-sekali ji. Itu pi na ada kajian kalau ada hari besar seperti hari buruh, sumpah pemuda dan semacamnya," ungkap mahasiswa angkatan 2015 asal Sengkang ini.

Ruang diskusi kini layak disebut 'kuburan', ramai saat hari besar saja. (YD) -citizen journalism-

Posting Komentar