*Ilustrasi. Salah satu dokumentasi kegiatan Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga MahasiswaFakultas Psikologi periode 2015/2016
Muh. Nur Hidayat Nurdin
Dosen Pembina BEM Kema FPsi UNM Periode 2015/2016
 
Lembaga kemahasiswaan bisa menjadi salah satu wadah untuk memberi mahasiswa bekal disamping segi keilmuan yang mereka dapatkan dari bangku kuliah. Lembaga kemahasiswaan menjadi tempat belajar kepemimpinan dan bagaimana berinteraksi dengan berbagai macam kepentingan, membuat keputusan, dan belajar agar tidak berfikir individual, melainkan bekerja sebagai tim. Sejak awal, lembaga kemahasiswaan ada untuk mewadahi teman-teman mahasiswa yang berkuliah di perguruan tinggi agar mampu mengembangkan bakat dan minat yang mereka miliki. Lembaga kemahasiswaan juga dapat menjadi tempat bagi mereka untuk berkreasi, katakanlah bahwa mahasiswa sebagai pos terakhir sebelum mereka benar-benar memasuki dunia kerja. Karena hal itu, mahasiswa dituntut untuk bisa menempa dirinya menjadi lebih baik.

Dalam pengembangannya, lembaga kemahasiswaan rupanya mengalami pasang surut. Khusus untuk di Fakultas Psikologi, semangat teman—teman untuk bergabung ke dalam lembaga kemahasiswaan nyatanya surut. Ada banyak faktor yang menjadi pemicu, selama ini meski belum ada data resmi terkait hal itu, saya menduga bahwa salah satu penyebabnya ialah lembaga kemahasiswaan yang ada saat ini sudah tidak lagi seksi untuk dilirik oleh mahasiswa. Tidak seksinya lembaga kemahasiswaan di mata mahasiswa berbuntut rendahnya minat mereka untuk bergabung ke dalam lembaga kemahasiswaan.

Kondisi saat ini menjadi tantangan bagi teman-teman yang menjadi pengurus di lembaga kemahasiswaan untuk memikirkan atau memformulasikan cara yang kira-kira dianggap efektif untuk menjaring kembali minat mahasiswa dalam berlembaga. Perlu diakui bahwa lembaga kemahasiswaan memiliki kontribusi yang signifikan dalam memberi bekal kepada mahasiswa dalam mempersiapkan diri setelah kuliah. Kejenuhan yang dirasakan oleh mahasiswa bisa jadi disebabkan karena program kerja yang dilaksanakan oleh lembaga kemahasiswaan yang monoton sehingga apa sih yang menarik dari itu? Seperti halnya menonton sebuah film yang kalian sudah tau akhirnya. Saya pernah katakan pada teman-teman, kalau kalian tidak bisa frontal karena mewarisi tradisi dari “atas”, tidak bisakah kalian membuat gerakan sendiri, setidaknya di pengurusan anda saat ini? Kalau kalian masih belum berani melakukan itu semua, silakan buat program yang sama namun dengan kemasan berbeda.

Salah satu contoh, misalnya kegiatan pengaderan yang selama ini dibuat sangat serius. Waktu ditampilkan dokumentasi ceremony pelepasan Jas Almamater selama ini, saya tidak melihat antusiasme disitu, yang saya lihat hanya orang tidur, letih, stres, jadi bagaimana kira-kira materi bisa masuk jika kondisinya seperti itu? Beberapa kegiatan lain juga kadang menghadirkan pemateri yang berpenampilan kurang layak dengan rambut panjang, berkumis, kaos oblong, pakai sandal seolah membawakan materi sama sekali tidak pada tempatnya. Tidak bisakah mencari figur yang patut mereka contoh? Saya pernah menanyakan pemateri yang diundang. Katanya dia angkatan 2010. Masa angkatan tua seperti itu belum lulus-lulus juga? Apanya yang mau didengar dari orang seperti itu? Saya tidak menghasut Anda, hal yang baik diambil silahkan ambil tapi kita tidak bisa pungkiri bahwa kesan pertama itu cukup menentukan bagaimana akhir dari interaksi anda dengan orang lain. Maba butuh figure untuk dicontoh dan teman-teman di lembaga harusnya bertanggungjawab akan itu.

Cobalah hadirkan kegiatan yang lebih kreatif dengan konsep yang berbeda, itu mungkin bisa membantu dan membuat mahasiswa tertarik. Saya berfikir seperti ini, lembaga tetap punya peran yang sangat penting untuk pengembangan jati diri seorang mahasiswa. Saya terus terang tidak dibesarkan oleh lembaga, saya dulu orangnya antipati dengan lembaga waktu saya kuliah. Saya ingat saya cuma ikut bergabung di HMI itupun di kepengurusan yang tidak lama. Saya sadar bahwa lembaga kemahasiswaan itu tetap penting keberadaannya untuk mahasiswa hanya saja yang harus diperhatikan adalah bagaimana lembaga kemahasiswaan kita. Saya pernah berpikiran dan bermimpi seperti ini, mungkinkah kita bisa menampilkan lembaga kemahasiswaan yang kita punya di Fakultas Psikologi ini berbeda dengan lembaga kemahasiswaan yang ada pada umumnya di UNM?

Kedepannya saya masih akan tetap bermimpi bahwa teman-teman di lembaga akan menunjukkan ciri khas yang berbeda dengan teman-teman di lembaga fakultas lain, baik dari segi penampilan, maupun program kerja. Cobalah “out of the box”, keluar dari kebiasaan selama ini. Misalnya buatlah dengan kemasan berbeda, materi dan pematerinya buatlah berbeda.


Tidak perlu menegur jika diri kita sebagai anak lembaga yang harusnya menjadi contoh justru belum bisa menunjukkan itu. Saya yakin kalian belum siap mendengar kritikan dari mereka bahwa apa yang kalian katakan dan apa yang kalian perhatikan tidak sesuai. *Dimuat dalam Majalah LPM Psikogenesis Edisi 5