Sumber: inet.detik.com

Kebanyakan orangtua ketika mendengarkan kata games, mereka cenderung berpikiran negatif. Tidak ada yang salah tentang games, yang salah hanyalah penggunaan yang berlebihan. Perlu untuk diingat, bahwa apapun yang berlebihan maka itu selalu tidak baik. Begitu pula dengan games. Games menjadi tidak baik jika digunakan secara berlebihan. Selain itu, kalau kontennya buruk, maka game itu juga menjadi tidak baik. 

Bermain games tidak selalu buruk, karena games mampu menstimulasi. Tampak ketika seseorang bermain games, mereka akan menerima berbagai stimulus secara bersamaan, seperti stimulus visual, audio, dan kinestetik. Sehingga, seorang yang sering bermain games mempunyai koordinasi visual dan motorik yang bagus. Selain itu gamers juga cenderung lebih responsif karena mereka terbiasa dengan hal-hal yang bersifat tiba-tiba. Seorang pemain games atau lebih dikenal dengan sebutan gamers sebenarnya adalah seorang yang responsif dan baik dalam mengelola koordinasi visual dan motorik mereka. Tapi sayangnya, jika telah sampai pada taraf kecanduan, maka itu yang berbahaya karena bisa mempengaruhi karakter si pemain game. Karakter yang paling sering dipengaruhi dari terlalu sering bermain games adalah agresivitas dan sexualitas. Bisa dilihat, bahwa pada kenyataannya games yang laku dipasaran merupakan games yang mengekspos kedua hal ini, semisal smack down, counter strike, point blank, grand theft auto, dan mobile legend.

Games mampu memengaruhi sifat agresivitas seseorang karena bermain games memicu adrenalin dan hal tersebut mampu membuat seseorang menjadi ketagihan. Bahayanya, ketika si pemain belum mampu untuk memfilter pengaruh-pengaruh yang didapatkan ketika bermain games. Ketika yang bermain games adalah seorang yang telah mempunyai standar baik dan buruk maka saat bermain games dia sudah bisa memfilter dampak serta pengaruh yang akan didapatkan. Namun, bagi para pemain games yang belum mampu memfilter, maka itu akan berbahaya bagi perkembangan karakternya. Seorang psikolog mengatakan ‘Thought is action in rehearsel’, bahwa ketika seorang ingin berlatih dia tidak perlu untuk melakukan, cukup melihat saja. Saat bermain games, maka seorang telah melatih kekerasan itu pada dirinya. Sehingga, secara general games itu bisa bersifat positif dan negatif tergantung penggunanya.

Pada kenyataanya, tak jarang ditemui pemain games yang juga berprestasi. Gamers ini merupakan para pemain yang cukup mampu untuk mengendalikan diri mereka dengan kemampuan memfilter, dan membatasi intensitas bermain games. Bermain games tidak akan menjadi suatu masalah ketika seseorang mampu memfilter adegan-adegan kekerasan yang dilihatnya. Namun, seringnya seseorang bermain games maka otomatis orientasi mereka adalah benda mati. Dampak terburuknya adalah si pemain menjadi tidak sering bersosialisasi dan lebih buruk lagi, lama-kelamaan dia tidak akan membutuhkan orang lain. Selain itu, sikap agresivitas dan sexualitas dari games akan memicu gaya hidup bebas. Ketika sexualitas dalam games itu terekspos dan si pemain belum mampu memfilter, maka dia menjadi mudah kecanduan dan memungkinkan perilaku itu dibawa ke kehidupan nyata.

Games, hanya memfasilitasi. Baik atau buruknya, bergantung pada penggunanya. Kini telah banyak ditemui seseorang yang kecanduan bermain games, sama halnya dengan kecanduan alkohol, rokok, free sex, dan drugs, cara menghentikannya haruslah dilakukan secara gradual. Untuk itu, dibutuhkan subtitusi berupa kegiatan pengganti. Seorang pecandu games, tidak perlu untuk langsung berhenti bermain games, hal tersebut bisa dilakukan dengan terlebih dahulu mengubah pola dan mengatur intensitas bermain games. Selain itu, mencari kegiatan pengganti yang melibatkan orang lain juga merupakan salah satu alternatif yang baik. Hambatan yang mungkin dialami oleh seorang pecandu games ketika ingin memulai bergaul dan berbaur adalah sosialisasi. Saat bermain games, mereka telah bersosialisasi dengan sistem reward. Misalnya, ketika memenangkan sebuah pertarungan mereka mendapatkan poin sebagai reward. Namun ketika mereka bersosialisasi di kehidupan nyata, mereka tidak mendapatkan reward apa-apa bahkan setelah melakukan sebuah kebaikan. Selain itu, terkadang ketika seorang gamers yang baru ingin bergabung dalam sebuah kelompok sosial mereka hanya di bully yang kemudian membuatnya berpikir “ah, sudahlah mending saya kembali bermain games saja”. Mencari kegiatan yang bisa memberi reward dan penguatan akan mempermudah proses moving seorang gamers dari dunia games ke dunia nyata. Tidak perlu untuk untuk berhenti bermain games, karena tidak bisa dipungkiri bahwa bermain games mampu meningkatkan responsifitas otak dan membuat otak menjadi lebih encer. Yang perlu dilakukan hanyalah mengatur dosis bermain dan akhirnya games itu akan berdampak positif bagi penggunanya.

Diza Reski Mulya
Mahasiswa FPsi UNM

Posting Komentar