Sumber: LPM Profesi UNM
Salam Perjuangan dan Salam Pergerakan!

Mahasiswa memiliki potensi dalam memahami perubahan dan perkembangan khususnya dalam konteks pendidikan dan juga di lingkungan sosial masyarakat. Mahasiswa juga merupakan bagian dari kaum muda dalam tatanan masyarakat yang perannya hadir dalam lingkup permasalahan sosial dan pastinya mampu mengimplementasikan setiap kemampuan dan keilmuannya dalam akselerasi perubahan demi untuk kepentingan rakyat.

Terlebih, peran mahasiswa bukan saja menjadi sebagai masyarakat bukan pula pemerintah, apalagi bila tugasnya selama di kampus hanya di fokuskan pada agenda kerja tugas kuliah semata. Selama ini mahasiswa dikenal sebagai Agent Of Change (agen perubahan) tentunya hal ini didasari oleh karena mahasiswa tidak hanya terlahir untuk mementingkan diri pribadinya sendiri melainkan memberikan konstribusi terhadap bangsa dan negaranya. Terkhusus dalam upaya memberikan kepedulian dan memperjuangkan hak-hak dasar rakyat  itu sendiri.

Dalam perjalanan sejarah pergerakan mahasiswa dan pemuda terhadap perkembangan kemajuan bangsa Indonesia perannya tidak pernah lepas. Berbicara soal gerakan mahasiswa adalah berbicara atas nama idealisme yang tentunya tidak terlepas dari kata pengorbanan dan kepedulian. Sejarah telah mencatat atas torehan perubahan yang dilakukan para mahasiswa. Tentunya perubahan dan perjuangan yang dilakukan atas dasar kepedulian dan kesadaran.

Pada tahun 1928 adalah awal mula kebangkitan gerakan pemuda dan mahasiswa itu sendiri, dimana hari itu adalah momen penting yakni momen sumpah pemuda yang menjadi tolak ukur bersatunya para pemuda seluruh tanah air. Persatuan yang ditorehkan ini tentunya didasari oleh kepedulian dan kesadaran  pemuda mahasiswa terhadap bangsanya sendiri. Mewujudkan satu visi bersama, membangun gerakan perlawanan untuk satu musuh bersama yakni kolonialisme Belanda.

Dalam perjalanannya menjelang kemerdekaan Indonesia, pemuda lagi-lagi mengambil peran, dimana para golongan muda mendesak golongan tua dalam hal ini Bapak Ir. Soekarno untuk mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia dengan berbagai pertimbangan dan analisis yang tajam tentunya.

Peristiwa proklamasi tersebut telah membuktikan sejarah bahwa pemuda adalah bagian pendombrak sejati dalam menentukan sikap daripada sikap para golongan tua, dan merupakan pembuktian nyata bahwa pemuda sadar dan peduli terhadap kemajuan serta kemerdekaan bangsanya.

Bukan hanya itu, memasuki era pemerintahan awal dari kemerdekaan Indonesia sampai memasuki era reformasi, pemuda mahasiswa terus membuktikan identitasnya sebagai insan pemuda yang sadar dan peduli terhadap kelangsungan kesejatehraan rakyat. Proses penolakan terhadap segala bentuk kebijakan yang tidak pro rakyat serta penolakan terhadap segala rezim pemimpin yang otoriter.

Melambungnya harga kebutuhan pokok  pada era kepemimpinan diera Soekarno yang membuat rakyat menjerit dalam memenuhi kebutuhannya. Tentunya hal ini menuai protes di kalangan khususunya pemuda mahasiswa itu sendiri yang merasakan langsung dampak dari masalah sosial tersebut. Permasalahan ini mahasiswa kembali menunjukkan kesadaran dan kepeduliannya terhadap masalah yang dihadapi rakyat.

Bukan hanya itu pemuda mahasiswa tentunya terus ikut andil terhadap segala bentuk kebijakan yang tidak pro rakyat dan mahasiswa. Hal ini bisa dilihat dalam peristiwa malari (malapetaka lima belas januari) atas maraknya praktik korupsi dan kediktatoran rezim Soeharto serta  hadirnya bentuk normalisasi kehidupan kampus dan badan kordinasi kemahasiswaan. Hal ini kembali membangkitkan semangat perlawanan mahasiswa untuk menolak bentuk pengekangan yang ada didalam kampus.

Dalam puncak perjalanannya, pada tahun 1998 adalah puncak kejayaan pergerakan perjuangan pemuda mahasiswa sebab keikutsertaan pemuda mahasiswa melakukan gebrakan besar yakni ikut andil dalam penurunan rezim otoriter Soeharto, yang sampai saat ini terus menerus dikisahkan atas sikap-sikap heroik mahasiswa pada masa itu. Namun dibalik puncak kisah heroik pergerakan mahasiswa 1998 tersebut tentunya melahirkan begitu banyak pertanyaan. Mungkin salah satunya adalah “Masihkah ada setelahnya? Penyatuan gerakan dengan satu visi bersama?”, dibalik setiap perjalanan pergerakan mahasiswa tentunya mereka bergerak atas dasar kesadaran dan kepedulian serta untuk kepentingan masyarakat itu sendiri. Namun lagi-lagi, “Apakah masih ada gerakan tuntutan yang terjadi bergerak atas dasar kesadaran dan kepedulian? Bergerak atas dasar satu visi bersama?”. Sejarah mencatat puncak kejayaan pergerakan mahasiswa terlahir pada gejolak pergerakan 1998. “Mungkinkah kisah heroik mahasiswa  tersebut terhenti pada masa itu?”.

Dalam konteks realitas sekarang, tidak banyak  kita melihat mahasiswa ikut andil dalam agenda-agenda pergerakan mahasiswa, paling tidak datang sekedar menengok meskipun tidak terlibat. “Apakah hal ini patut untuk kita bandingkan dengan sejarah pergerakan masa silam? Tentu tidak”.
Bangsa Indonesia telah memasuki gerbang baru yakni gerbang reformasi dan sampai saat ini telah menjadi ruang besar yang masa dan kondisinya tentu berbeda. Namun dalam perjalanannya mahasiswa bergerak dengan pola yang sama seiring kesadaran dan kepedulian mahasiswa yang kini juga perlahan makin terkikis. Setiap aksi demostrasi yang dilakukan mahasiswa tidak jarang sekedar menjadi tontonan semata bahkan hanya menjadi ejekan dikalangan masyarakat terlebih yang paling ironis ejekan dan tontonan itu datang dari kebanyakan mahasiswa itu sendiri. Tentunya hal ini adalah sebuah permasalahan kongkret dalam kalangan mahasiswa itu sendiri.

Sedangkan mahasiswa sejatinya sebagai pemantik perjuangan terhadap masyarakat yang dikenal sebagai agen perubahan dan mampu menjawab keresahan dan permasalahan yang dirasakan masyarakat. Namun, bagaimana mungkin memantik dan membangun kesadaran masyarakat untuk bergerak bila di dalam tubuh mahasiswa itu sendiri kesadaran dan kepedulian terhadap kondisi sosial tidak terbangun dengan baik.

Isu nasional dan isu sosial yang ada di masyarakat kini menjadi hal yang kerap kali dikesampingkan oleh karena banyaknya permasalahan dan isu yang terdapat di dalam kampus yang notabenenya menyentuh langsung mahasiswa yang ada di dalam kampus itu sendiri. Tidak jauh berbeda dari sejarah NKK dan BKK, kondisi mahasiswa kini disibukkan dengan kegiatan perkuliahan dengan memberikan tumpukan tugas-tugas kuliah semata dan juga dibenturkannya mahasiswa dengan kegiatan-kegiatan yang hanya bersifat event semata, sehingga wajar bila gerakan mahasiswa selalu di identikkan dengan kegiatan yang konservativ, monoton dan kuno dengan metode gerakan dan bentuk yang hampir selalu sama. Sebab pada dasarnya untuk membangun gerakan mahasiswa tentunya kita tidak mesti luput dari metode, selain daripada agenda gerakan yang konsisten dan berjalan continue.

Kita ambil satu contoh saja di UNM Kampus Orange yang dikenal sebagai kampus umar bakri, dimana begitu banyak kebijakan-kebijakan birokrat kampus yang dikeluarkan semena-mena saja .
Sebenarnya Kemerdekaan berserikat sudah diatur dalam Undang-undang 1945 yakni dalam pasal 28 (E) point (2) yang berbunyi setiap warga negara berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan, sesuai dengan hati nuraninya dan kemudian dipertegas dalam point (3) setiap warga negara berhak atas kebebasan berserikat,berkumpul dan mengeluarkan pendapat.Namun berbeda halnya dengan Birokrat kampus saat ini dimana setiap regulasi semakin hari semakin mencekik dan semakin menutup ruang gerak lembaga Kemahasiswaan dalam menentukan sikap independensinya sendiri . Alasan klasik selalu terlontar ini berdasar aturan administratif, namun bukankah aturan kampus itu berdasarkan aturan yang menaungi universitas itu sendiri ? tentu iya . Bukan hanya itu berbagai keputusan  semena–mena tanpa landasan yang tidak jelas selalu diputuskan secara sepihak. Seperti pemberian sanksi skorsing terhadap mahasiswa yang sedang mengemukakan pendapat.

Ketika para birokrat kampus berdasar pada undang-undang tersebut tentunya birorkrat tidak mengeluarkan aturan yang terkesan semena mena. Hal inilah yang saya maksudkan di atas bahwa saat ini kondisi NKK dan BKK hadir kembali dengan gaya barunya sebagai upaya meredam para re-generasi untuk ikut andil dalam langkah  perubahan. Tentunya hal ini lagi-lagi adalah wujud nyata sikap otoriter pimpinan terhadap mahasiswa.

Namun terlepas dari setiap kebijakan yang lahir tersebut, tentunya bukan hal muda untuk menyatukan gerakan dengan satu visi bersama. Gerakan mahasiswa yang saat ini cenderung berkotak-kotak, pondasi gerakan yang sektoral sampai pada polarisasi yang sistematis kadang luput dari pandangan dan pengamatan mahasiwa yang dikenal sebagai agen perubahan dan pengontrol sosial.

Oleh karena itu, melihat berbagai permasalahan yang ada dalam tubuh gerakan mahasiswa maka perlu adanya revitalisasi gerakan dalam upaya mewujudkan kembali kesadaran dan kepedulian mahasiswa. Tentunya untuk membangun hal tersebut, semua perlu didasari atas satu visi bersama dan pandangan yang sama serta yang terpenting adalah untuk pembangunan gerakan yang lebih massif. Selain membangun visi bersama yang terpenting untuk dibangun diawal adalah pembangunan keyakinan perjuangan itu sendiri menuju wujud nyata atas praktik bukan sebatas kata-kata lisan yang terlontar dengan balutan retorika semata.

Dan awal mula terbangunnya kesadaran dan upaya  membangunnya kesadaran itu harus dimulai di pembangunan dan mematangkan pola kaderisasi sebab disitulah kekuatan basis, kekuatan grassroot pembangunan kaderisasai adalah kuncinya. baik dalam memantangkan pembentukan karakter dan juga mental. Berlandaskan atas asas rasionalitas yang ilmiah juga bagian dari langkah untuk membangun kembali kekuatan gerakan mahasiswa.

Membangun kesadaran dan kepedulian tentunya tidak berbicara tentang pribadi dan individu apalagi mengedepankan gaya berpolitik ala Partai, yang terpenting adalah mengedepankan esensi politik nilai. Pembangunan untuk segenap stake holder yang ada, baik dalam internal lembaga kemahasiswaan, mahasiswa internal dan eksternal kampus dan yang terpenting adalah pembangunan kesadaran di masyarakat yang merupakan penopang utama gerakan mahasiswa.

Aksi massa yang selama ini menjadi kekuatan sejati dari gerakan mahasiswa tentunya tidak sekedar bergerak tanpa dasar kekuatan politik mahasiswa itu sendiri, pembacaan kondisi yang tajam tentunya penting untuk pembangunan nilai dan output dari setiap gerakan yang dilakukan, sehingga mampu meredam rasa antipati setiap golongan yang merasakan dampak dari aksi massa atau aksi jalanan yang dilakukan mahasiswa.

Dari segenap penjelasan ini tentunya kita semua mengharapkan adanya kembali revitalisasi gerakan mahasiswa untuk membangun kesadaran dan kepedulian mahasiswa untuk bergerak kembali dan mengembalikan citra serta esensi perjuangan. Lembaga kemahasiswaan adalah pemantik utama dari itu semua untuk menyatukan satu visi bersama yang lebih progresif dan khususnya hal ini harus dimulai dari tubuh lembaga kemahasiswaan yang ada di UNM secara keseluruhan. Dalam upaya mengoptimalkan proses kaderisasi di masing-masing elemen mahasiswa yang ada di internal. Sebab kaderiasi adalah poin penting dalam mewujudkan basis gerakan yang massif. Setidaknya mampu menunjukkan identitasnya yang lebih progres dan menjadi patron bergerak tidak hanya menjadi tontonan dan penonton apalagi menjadi bahan tertawaan.
Kita kuat karena bersatu.
Hidup Mahasiswa!

*Bahrul M, Mahasiswa jurusan Pendidikan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial UNM angkatan 2013

Posting Komentar