Sumber: liputan6.com
14.20
Aku melihat jam di tangan kiriku. Sudah setengah jam aku duduk di samping peristirahatan terakhir ibu. Setengah jam aku habiskan untuk berdoa dan menyelesaikan tangisku. Walau tidak banyak berinteraksi, hatiku tetap seremuk itu. Aku harus pulang tanpa air mata, agar nenek tidak semakin sedih melihatku.

Sejak lahir, aku tinggal dan diasuh oleh nenek. Kakekku sudah meninggal 10 tahun lalu karena stroke. Nenek bilang kakek terkena stroke karena stres, terlebih ketika pelaku kejahatan yang setengah hidup ia perjuangkan dinyatakan tidak bersalah. Bukan, kakekku bukan seorang detektif, polisi, pengacara, jaksa, dan oknum hukum lainnya. 

Kakekku hanyalah seorang ayah yang memperjuangkan harga diri yang tersisa dari anak perempuan satu-satunya. Ialah ibuku. Seorang korban pelecehan dan kekerasan seksual oleh seorang petinggi perusahaan. Sungguh hebat kekuatan uang dan jabatan.

Setelah kakek meninggal saat aku berumur 7 tahun, nenek membawaku ke rumah sakit. Rumah sakitnya aneh, saat itu aku belum tahu kalau itu rumah sakit jiwa. Aku diajak ke sebuah ruangan, melihat aksi seseorang yang berusaha mengendalikan pikiran orang yang ada di kursi seberangnya. Kata nenek, orang di kursi seberang itu ibu yang melahirkanku. 

Saat itu pikiran ibu sedang digali agar ia menceritakan seluruh kejadian yang terjadi. Kata nenek, ibu sedang diterapi dengan teknik hipnotis, soalnya ibu tidak mau berbicara ketika sedang sadar. Ibu mengalami trauma berkepanjangan yang membuatnya tidak mampu bersosialisasi lagi. Bahkan dengan nenek pun ibu takut. Ibu selalu teriak histeris jika bertemu siapapun, apalagi laki-laki. Itu sebabnya nenek membiarkan ibu dirawat di rumah sakit jiwa selama itu.

Awal aku memunculkan diri di depan ibu, ibu mengunci tubuhnya kuat-kuat di sudut ruangan. Saat itu aku berusia 13 tahun. Tapi entah karena dorongan batin yang kuat antara ibu dan anak, beberapa bulan berikutnya ibu mau melihatku, kemudian menatapku, lalu menyentuh jariku, dan tersenyum padaku. 

Selama empat tahun aku berusaha mendekatkan diri dengan ibu sambil mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Nenek bilang, ibu disekap dan diperkosa oleh atasannya dengan cara yang kejam. Ibu jatuh sakit ketika mengandung, namun aku yang kuat tetap bertahan hingga aku lahir. 

Kakek berusaha menemukan pelaku dengan berbagai cara. Setelah terbukti bahwa direktur tempat ibu bekerja adalah pelaku, hakim justru meminta keterangan langsung dari korban. Namun, ketika dijelaskan bahwa korban tidak bisa memberi keterangan, hakim memutuskan bahwa pelaku tidak bisa dijatuhi hukuman karena kekurangan bukti. 

Kakek yang memang memiliki riwayat stroke harus mengakhiri hidupnya dengan dendam yang masih tersemat dihatinya. Sedangkan ibuku? Setelah beberapa tahun diterapi, ibu mulai menemukan kesadarannya, mau bertemu dengan orang lain, bahkan ku suapi ketika makan.

Siapa yang tahu isi hati seorang ibu yang baru sadar setelah berapa tahun lamanya? Kata dokter yang merawat ibu, ibu telah mengingat semua kejadian dan kembali membuatnya sangat terpukul. Hingga ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dan meninggalkanku yang baru saja merasakan senangnya memiliki seorang ibu.

Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, aku memikirkan rasa benciku terhadap diriku yang terlahir sebagai laki-laki. Namun di sisi lain, aku bersyukur, mungkin kalau saja aku wanita aku akan memilih menjadi lesbi daripada harus bersama makhluk menjijikan yang dinamakan laki-laki.

Posting Komentar