Sumber: moondoggiesmusic.com

“Ucapkan terima kasih pada dirimu,” ujarmu sambil menatapku dalam-dalam.

“Silakan berhenti, tapi bukan untuk menyerah. Hari ini istirahatlah, besok harus jalan lagi. Terlepas dari orang-orang yang meremehkanmu, ada tujuan yang perlu diwujudkan," tambahmu kembali yang membuatku terdiam, berpikir dalam-dalam.

Kamu, puan yang mengaggumkan. Dikala aku ingin menyerah dengan keadaan, berbincang denganmu adalah pilihan yang tak bisa kulewatkan. Katamu, aku punya eksistensi dan dari sanalah akan lahir esensi. “Semua itu hanya godaan,” tuturmu disela-sela keluhanku lagi.

Dua pekan lalu, bendera putih hampir saja kukibarkan. Menyerah pada keadaan adalah salah satu pilihan yang kubuat kala pikiran sangatlah kalut. Seringkali aku menasehatimu tentang keraguan, kebimbangan, kegagalan bahkan ketakutan yang tak kuketahui secara jelas jenisnya. Tapi kali ini, kamulah yang menasehatiku dengan sebisamu.

“Gagal bukan saat kau kesulitan jalani ini dan tanggung jawab yang ada didalamnya, tapi saat kau memeilih berhenti karena merasa tidak mampu.”

Banyak yang sudah kukorbankan, mungkin itu sebabmu berkata seperti itu agar pengorbananku tidak sia-sia. Kamu pun mengakui bahwa ini berat, tapi kamu tidak membenarkan ‘menyerah’ sebagai pilihan.

Kamu memintaku mengingat kembali motivasi, keyakinan macam apa yang kumiliki saat berani mengambil tanggung jawab ini. Sekali lagi, kamu meyakinkan sesuatu yang luar biasa dan lebih baik tak pernah didapatkan dengan jalan yang mudah.

Bila kamu menanyakan kembali, “Stressor-nya dicoping jadi eustress atau distress?”

Dengan senyum yang penuh ucapan terima kasih aku akan menjawabnya. “Eustress yang semoga sampai semuanya selesai!”

Mr. Bam

Posting Komentar