Sumber: padhangwengi.blogspot.com

Kulihat ibu pertiwi sedang bersusah hati.
Benar! Ibu pertiwi sedang bersusah hati, ia sedang berduka.
Beberapa waktu lalu menantu kesayangannya telah dikebumikan, 
Tak usai sampai disitu, salah satu putra kesayangannya pun ikut terbang ke langit bersama dengan pesawat kertas yang sering dimainkannya

Air matamu berlinang, mas intanmu terkenang.
Banyak hal pernah terjadi, tapi sayang anak-anaknya mudah terprovokasi,
Ditanya tentang persatuan, maunya semua sama pendapat bukan menyatukan pendapat.

Hutan, gunung, sawah, lautan simpanan kekayaan.
Hutan, gunung, sawah dibakar, lautan dicemarkan
Lalu, kekayaan apalagi yang tersimpan? Kepulan asap dan plastik-plastik basah?

Kini ibu sedang lara, merintih dan berdoa.
Ibu melahirkan Papua, lalu anak-anak lainnya mengucilkan kelahiran itu!
Sementara Papua dari kecil sampai sekarang diperas habis-habisan,
Hidup dan makan seadanya, berdoa dan bekerja sebisanya, di negeri yang mengabaikannya.

Kulihat Ibu Pertiwi, kami datang berbakti.
Ibu, maafkan kami, anakmu yang telah mengecewakanmu,
Maafkan kami yang ingin berbakti namun malah buat sakit hati
Maafkan aku yang gagal menyelamatkan mereka

Lihat lah putra putrimu, menggembirakan ibu.
Masih banyak dari kami yang mengusahakan bahagiamu,
Masih ada yang siap mengusap air matamu,
Masih ada kami yang mengulas senyum dan mengerti maumu

Ibu kami tetap cinta, putramu yang setia.
Beragam rasa sesak masih bermukim di dada,
Tapi apapun yang terjadi kami akan tetap ada,
Semua harapan akan melangit dengan garuda

Menjaga harta pustaka untuk nusa dan bangsa.
Ada anak-anak bangsa itu yang tidak dapat lagi menahan keharuan
Ada derai air matanya larut dalam tiap kata kata nyanyian Ibu Pertiwi,
Semua telah diberikan ibu, namun tangis yang kau balaskan,
Wahai anak bangsa, inikah keseluruhan balasanmu untuk ibu?

Oleh: Mr. Bam

Posting Komentar