Ilustrasi Hukum
Sumber: google.com

Psikogenesis, Rabu (01/01)-Sanksi yang dijatuhkan oleh Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (Maperwa) Keluarga Mahasiswa (Kema) Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Negeri Makassar (UNM) dalam Musyawarah Besar (Mubes) XVIII Kema FPsi UNM terkait kasus penggelapan dana pada Ahad (29/12) kemarin (baca: Tindaklanjuti Kasus Penggelapan, Maperwa Jatuhkan Sanksi), dinilai kurang tepat dan menuai kontra di kalangan masyarakat Kema FPsi UNM. 

Muhammad Wija Hadi Perdana selaku Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Kema FPsi UNM periode 2017-2018 menanggapi sanksi yang dikeluarkan Maperwa Kema FPsi UNM sebagai tindakan kurang tepat dalam pengambilan keputusan. Tidak hanya soal sanksi, mekanisme peradilan dalam pengambilan keputusan juga turut disorot oleh pria asal Kabupaten Bone ini.

"Ada sanksi yang perlu ditinjau, ada mekanisme yang terlampaui sebelum penetapan sanksi itu. Seharusnya masyarakat Kema terutama anggota aktif punya hak untuk membela diri sebelum dan sesudah diberikan sanksi di internal Kema seperti yang diatur dalam ART (baca: Anggaran Rumah Tangga)," jelasnya. 

Pernyataan dari Wija didukung oleh Pratiwi Alimuddin, Ketua Umum Maperwa Kema FPsi UNM periode 2017-2018 yang menyatakan bahwa keputusan yang diambil Maperwa terkait sanksi dianggap masih kurang tepat karena minimnya data dan masih banyak yang mempertanyakan keputusan tersebut. 

"Karena hanya wawancara dan harusnya komunikasi seperti minta pertimbangan entah itu ahli hukum kah, atau kakak-kakak yang pernah usut kasus seperti ini biar kuat landasannya," anggapnya.

Terkait sanksi yang diberikan Maperwa pada Mubes XVIII, mahasiswa angkatan 2015 ini mengungkapkan bahwa keputusan Maperwa perlu diusut dan dikonfirmasi kembali kepada pihak yang terkena sanksi. 

"Intinya keputusan Maperwa ini masih perlu diusut kembali dengan syarat bukakan forum kepada orang yang kena sanksi untuk didengarkan kembali bagaimana kesaksiannya," ungkapnya. 

Mahasiswi yang akrab disapa Tiwi ini juga masih mempertanyakan terkait sanksi yang diberikan kepada BEM Kema FPsi UNM karena berdasarkan informasi yang diterimanya, tidak semua pengurus BEM diwawancarai dalam rangka pengusutan kasus yang dilakukan Maperwa. "Jangan sampai memang ada yang tidak tau sama sekali kondisi dan sebagainya tapi mendapatkan sanksi," ujarnya. 

Senada dengan tanggapan Tiwi, Wija mengaku bahwa proses wawancara hanya menyertakan beberapa orang saja, namun berimbas kepada satu kepengurusan. "Permasalahannya sekarang bisa jadi ada pihak yang tidak tahu menahu, mungkin dia sebagai saksi, bukan tersangka, tapi justru mendapat sanksi yang sama," prediksinya. 

Awan: Keputusan Maperwa Tidak Hargai Pengurus BEM

Pandangan yang sama juga diungkapkan oleh Awan Ilmiah, Staf Kementerian Sosial dan Politik (Sospol) BEM Kema FPsi UNM periode 2018-2019 yang juga sebagai salah satu yang terimbas sanksi. 

Awan menganggap bahwa keputusan sanksi yang diberikan oleh pihak Maperwa cenderung tidak menghargai pengurus BEM. Bahkan, ia juga mengaku kaget karena tidak pernah diajak untuk bicara serta memberikan pembelaan.

"Kan kami tidak pernah di minta bicara secara langsung terkait keputusan yang diberikan kan, padahal di ART kalau ndak salah hak untuk pembelaan, tapi ini bicara langsung saja tidak, langsung di kasih keputusan," sesalnya. 

Sementara itu, mengungkit masalah kas BEM pada Pleno III yang menjadi alasan terseretnya seluruh pengurus BEM dalam sanksi dari Maperwa, Awan mengaku mengetahui hal tersebut. Menurutnya, Pada saat peserta peninjau meminta pengadaan Kas BEM, beberapa pengurus memang bersepakat untuk menutupi menggunakan uang pribadi. 

"Kan pada saat Pleno III, peserta peninjau mau diperlihatkan uang kasnya. Dan sebelum diperlihatkan ada pertimbangan dari beberapa orang dan beberapa orang sepakat untuk ditutupi pake uang pribadi," tuturnya ketika dihubungi via Whatsapp. 

Terkait sanksi yang telah diputuskan, Awan mengaku pasrah. Ia hanya meminta agar pemangku jabatan bisa lebih memahami mekanisme dalam mengambil keputusan. "Jangan langsung ada poin di dapat langsung diberikan keputusan. Lebih berkesinambunganlah cara pengambilan keputusannya," tambahnya. 

Berbeda dengan Awan, Wija punya harapan lebih. Ia berharap masyarakat Kema yang merasa tidak adil untuk mengajukan gugatan kepada Maperwa terkait keputusan yang diberikan. "Saya berharap orang-orang itu (baca: Merasa tidak adil) muncul, jangan sampai hanya berdiam diri, karena kalau dibiarkan akan berlarut," harapnya. (UJ/ZN) 

Posting Komentar