Ilustrasi social distancing
Sumber: google.com
Virus Corona atau Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus 2 (SARS-CoV-2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena infeksi virus ini disebut Corona Virus Disease (COVID-19). COVID-19 ini bisa menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan, pneumonia akut, hingga kematian.

Nama corona diambil dari Bahasa Latin yang berarti mahkota, sebab bentuk virus corona memiliki paku yang menonjol menyerupai mahkota dan korona matahari. Para ilmuan pertama kali mengisolasi virus corona pada tahun 1937 yang menyebabkan penyakit bronkitis menular pada unggas.

Kemudian pada tahun 1965, dua orang peneliti Tyrrell dan Bynoe menemukan bukti virus corona pada manusia yang sedang flu biasa, melalui kultur organ trakea embrionik yang diperoleh dari saluran pernapasan orang flu tersebut.

Pada akhir 1960-an, Tyrrell memimpin sekelompok ahli virologi yang meneliti strain virus pada manusia dan hewan. Di antaranya termasuk virus infeksi bronkitis, virus hepatitis tikus dan virus gastroenteritis babi yang dapat ditularkan, yang semuanya telah ditunjukkan secara morfologis sama seperti yang terlihat melalui mikroskop elektron. Kelompok virus baru yang bernama virus corona, kemudian secara resmi diterima sebagai genus virus baru.

Pada akhir Desember 2019, jenis baru yang disebut SARS-CoV-2 mulai menyebar, yang kemudian menyebabkan penyakit.

Sebagai langkah antisipasi, sejumlah kebijakan pemerintah mulai dikeluarkan, diantaranya dengan meliburkan sekolah dan mengurangi aktivitas di luar rumah. Hal ini dilakukan sebagai langkah untuk mewujudkan social distancing.

Casareo  (Syaifuddin et al., 2017) mengemukakan bahwa jarak sosial adalah suatu nilai yang kurang dalam keterbukaan rasional dan interaksi sehingga menciptakan jarak antara individu dengan individu lainnya. Kross, Ayduk, & Mischel (Kross & Ayduk, 2017) mengemukakan bahwa social distancing merupakan mekanisme untuk memungkinkan individu untuk “mengambil langkah mundur”dari pengalaman mereka sehingga mereka dapat mengerjakannya dengan lebih efektif. 

Hebl et al. (Follmer & Jones, 2017) mengemukakan bahwa social distancing telah dikonseptualisasikan berkenaan dengan jaringan sosial tempat kerja seseorang akan memiliki akses dalam bentuk menawarkan bantuan, dukungan sosial, dan pengetahuan untuk mendapatkan dan mempertahankan pekerjaan. Social distancing memiliki indikator untuk dapat menjaga jarak dari individu lain dengan maksud tertentu.

Virus COVID-19 menyebar hanya melalui cipratan (droplet) cairan pernapasan dan bukan lewat udara. Cipratan cairan pernapasan yang menempel di permukaan barang juga bisa menempel di tangan. Hal ini semakin menjadi masalah ketika orang lain lalu mengusap mulut, hidung, dan mata menggunakan tangan atau anggota badan yang terpapar cairan tersebut. 

Kemudian pertanyaannya, apakah social distancing efektif? Fakta di Cina dan sejumlah negara yang telah memberlakukannya membuktikan terjadi perlambatan penyebaran setelah social distancing diterapkan. 

Social distancing yang diterapkan sejak awal akan membuat jumlah kasus yang terjadi lebih sedikit. 

Dalam banyak riset, kasus di Philadelphia dan St. Louis menjadi gambaran perbandingan penanganan wabah flu pada 1918. Wabah flu Spanyol ini menewaskan 17 juta orang, bahkan diperkirakan lebih dari itu pada kenyataannya. Sejarah wabah flu Spanyol pada 1918 memperlihatkan efektivitas pembatasan interaksi sedini mungkin terhadap jumlah kasus, penyebaran lanjutan, dan tingkat kematian.

Adapun langkah preventif yang dilakukan adalah self distancing. Maka tidak heran ketika bentuk pencegahan dari pemerintah terhadap masyarakat adalah dengan meliburkan institusi pendidikan dan mengerjakan aktivitas rutin di rumah. Kesehatan dan orang-orang di sekitar adalah yang terpenting untuk menghentikan bertambahnya jumlah masyarakat yang terpapar virus COVID-19. (MI)

Sumber:
Syaifuddin, M., Sahidu, A., & Chandrarin, G. (2017). The authenticity and social distance effect on motivation of corporate social responsibility and implication on company image on PT Amerta Indah Otsuka, Pasuruan- Indonesia. August, 978–979.

Follmer, K. B., & Jones, K. S. (2017). Stereotype content and social distancing from employees with mental illness: The moderating roles of gender and social dominance orientation. Journal of Applied Social Psychology, 47(9), 492-504. https://doi.org/10.1111/jasp.12455

Kross, E., & Ayduk, O. (2017). Self-distancing: Theory, research, and current directions.In Advances in Experimental Social Psychology 1(55), Elsevier Inc. https://doi.org/10.1016/bs.aesp.2016.10.002

https://www.inews.id/lifestyle/health/covid-19-resmi-jadi-nama-baru-virus-korona-yang-menyebar-di-china-ini-alasan-who

https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and diseases/coronavirus/coronavirus-social-distancing-and-self-quarantine

https://www.alodokter.com/virus-corona

https://m.merdeka.com/jateng/sebelum-covid-19-inilah-sejarah-virus-corona-yang-menginfeksi-manusia-kln.html

Posting Komentar