Ilustrasi orang yang mengalami writer’s block
Sumber: google.com
Tarigan (1986:15) mengemukakan bahwa menulis merupakan suatu kegiatan menuangkan ide maupun gagasan berpikir dengan menggunakan bahasa tulis sebagai media perantara. Bam (2019:81) mengemukakan bahwa menulis merupakan kegiatan yang mengharuskan individu jujur dan terbuka pada diri sendiri.  Dua kalimat awal yang terkesan seperti format laporan praktikum, ya kan?

Bagaimana bila kegiatan menulis tersebut malah tersendat-sendat, kehilangan kreativitas tulisan, kebuntuan berpikir, dan terhalangnya gagasan menarik. Cognitive blocking adalah istilah ilmiahnya, atau biasa kita sebut dengan writer’s block. 

Tapi ya, semua penulis pasti pernah mengalami writer’s block, sadar atau tidak sadar, ia mengalaminya. Dan dalam kondisi ini tidak semua penulis bisa menyelamatkan dirinya dengan cepat. Beberapa penulis menghentikan tulisannya, memilih mengganti topik tulisan daripada harus melanjutkan tulisan yang entah kapan akan lanjut ke paragraf, kalimat atau bahkan kata selanjutnya.

Beberapa dari penulis itu adalah saya. Saya seringkali mengganti topik tulisan karena entah mau menuliskan apa lagi selanjutnya; buntu. Well, untuk mahasiswa psikologi yang sering menuliskan laporan pratikum, kebuntuan ini rasanya seperti virus yang datang tiba-tiba, yang membuat kita mau tidak mau harus memilih bed rest sebentar.

Menulis sebagai sebuah proses kognitif yang sangat rumit membutuhkan atensi yang lebih besar daripada membaca dan memahami. Sebab, kemampuan membaca dan memahami merupakan salah satu faktor menjadi penulis yang baik. Hal ini menunjukkan eksistensi penulis yang membutuhkan keterampilan lain selain hanya ‘menulis’ untuk dapat menjadikan dirinya sebagai penulis yang baik. 

Lalu, seperti apakah cara mengatasi writer’s block agar inspirasi menulis tidak hilang, ide berpikir tidak mengalami kebuntuan, dan gagasan menarik tidak dibatasi oleh diksi? Utamanya, aktivitas menulis tetap berjalan dan tidak mengganti topik tulisan seperti saya. 
Pertama, jadikan tulisan sebagai produkmu. Pikirkan alasanmu menulis, rasakan bahwa tulisanmu adalah pengungkapan pikiran atas segala sesuatu yang kamu rasakan saat itu juga. Peduli setan dengan bahasa yang kamu gunakan; biarkan berantakan, sebab kamu masih punya waktu untuk memperbaikinya.

Kedua, menulis adalah proses. Kata orang-orang tidak ada sukses tanpa proses, begitu juga menulis. Bila kamu telah mengungkapkan apa yang kamu rasakan saat itu, tentunya kamu pun perlu waktu untuk menuliskannya dengan lebih baik. Tuliskan kembali apa yang sudah berantakan sebelumnya menjadi lebih baik. Layaknya hidup, kamu punya kesempatan kedua, meski dengan waktu berbeda. Kamu telah melalui proses penulisan segala sesuatu yang kamu rasakan, kini waktunya menulis yang sesungguhnya.

Ketiga, segarkan fisik dan psikis. Tidak baik memaksakan sesuatu, utamanya dirimu sendiri. Luangkan waktumu untuk menikmati cemilan. Makan sianglah, sarapanmu tadi tidak habis. Ada bau tidak enak, mungkin tubuhmu, ayo membersihkan badan. Sekarang kamu lebih siap; perut terisi, aroma wangi memancar dari badan, dan beberapa cemilan yang siap kamu santap. Hal ini terlihat sepele, tapi dampaknya sangat besar bagi seorang penulis.

Keempat,  dimana kamu menulis disitu kamu berkarya. Apakah kamu menulis dengan baik di tempat yang penuh kebisingan? Apakah kamu mampu menuangkan semuanya dalam tulisan dikamar kecil yang pengap? Saya tidak demikian, sekalipun mampu tentu tidak maksimal. Ciptakan suasana yang sesuai untukmu, ruangan ber-AC? sebuah sofa empuk? atau suasana café yang tenang? Desain sesuka hatimu. Kamu bebas menentukan dimana kamu menulis dan dimana kamu maksimal. Temukan tempat ternyamanmu dan lahirkan karya terbaikmu.

Kelima, menulis itu menghabiskan waktu. Jangan-jangan writer’s block yang kamu alami dikarenakan kamu tidak memiliki waktu yang cukup untuk menulis? Tentu, tiap penulis dan tulisannya memiliki waktu yang berbeda untuk diselesaikan. Berdasarkan pengalaman dalam menuliskan buku “Tersirat dari yang Mecintai untuk yang Dicintai,” waktu terbaik saya untuk untuk menulis adalah pagi hari. Bagaimana dengan kamu? Pelajari dan pahami waktu terbaikmu untuk menulis dan rutinlah menulis.

Keenam, kamu jangan egois. Cari informasi tentang topik tulisanmu. Jangan sampai writer’s block yang kamu alami adalah kesalahanmu yang terperangkap di dalam pikiranmu sendiri. Dari awal tulisan ini, sudah saya sebutkan, penulis yang baik itu perlu membaca dan memahami juga. Carilah referensi yang tepat dan jangan ragu mendiskusikannya dengan teman. Dalam menuliskan tulisan ini saya menbaca beberapa buku, jurnal dan artikel. Tentunya saja, ada diskusi dengan teman kepenulisan lainnya.

Writer’s block bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti, dirimulah yang patut ditakuti bila tak menyelesaikan tulisanmu. Tidak perlu tulisan sempurna yang kamu bagikan di sosial media. Bukankah tulisan yang banyak kekurangan menjadi ladang saran dan kritik yang bisa kamu panen habis-habisan?

Kamu bisa mempraktekkan beberapa cara yang saya paparkan diatas, bisa juga mencari cara lain. Namun ingat, tulisanmu adalah produkmu, ia bentuk prosesmu, dan kamu perlu menyegarkan fisik dan psikis. Temukan tempat terbaik menulismu, luangkanlah waktumu dan jangan jadi penulis yang egois!
Ingat, menulis kan bukan hanya sekadar tulisan, ia proses berpikir rumit. Jangan malu menulis,  sebab kamu sudah berpikir dengan rumit! (BLU) 

Referensi
Tarigan, H., G. (1990). Menulis sebagai suatu keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa.

Bam, M., R. (2019). Tersirat dari yang mencintai untuk yang dicintai. Malang: Azizah Publishing.

Posting Komentar