Ilustrasi patah hati
Sumber: google.com
Yang berawal pasti akan berakhir. Yang menjadi pertanyaan adalah kapan itu berakhir? Pernah nggak, kamu lagi sayang-sayangnya terus ditinggal? Ibaratnya masih menikmati pertemuan namun tiba-tiba sesi temu ditiadakan. Kurang lebih begitulah sensasi patah hati; menyakitkan.

Rasa sakit yang diakibatkan ketika patah hati tentunya bukanlah sesuatu yang tanpa sebab, kita mengenal prinsip sebab-akibat. Dan, jatuh hati yang sepaket dengan patah hati juga termasuk didalamnya. Lalu mengapa sih kita bisa patah hati? 

Sebelum patah hati, kita pasti jatuh hati terlebih dahulu. Jatuh hati ini kemudian kita kenal dengan perasaan cinta. Baron dan Byrne dalam buku Sarlito dan kawan-kawannya mendefinisikan cinta sebagai gabungan dari emosi, kognisi, dan perilaku yang terdapat salam sebuah hubungan intim. 

Fenomena cinta sendiri dikaji dalam psikologi sosial, khususnya terkait dengan hubungan interpersonal. Sarlito dan kawan-kawannya pada buku Psikologi Sosial mengatakan bahwa hubungan interpersonal merupakan ilmu yang mempelajari aspek-aspek perilaku dan kejiwaan yang terkait dengan fenomena antara dua orang atau lebih.

Patah hati sendiri dipercaya merupakan akibat dari putusnya hubungan antara dua orang atau lebih.Sarwono dan Sarlito pada 2002 menjelaskan bahwa putusnya hubungan antar individu ini kemudian menimbulkan rasa bersalah. Namun rasa bersalah yang muncul berbeda-beda. Putusnya hubungan percintaan diyakini lebih menyakitkan daripada hubungan persahabatan. Putusnya hubungan cinta dapat menimbulkan perasaan tidak tenang, sakit hati, dan kemarahan.

Yuwanto sendiri membagi tiga reaksi yang terjadi ketika putus cinta, yaitu; Shock, Encounter Reaction, Retreat. Pertama, shock, reaksi ini digambarkan sebagai perasan kaget atau merasa tidak menduga.  Tinggi rendahnya shock yang dialami tergantung oleh kesiapan individu masing-masing. Kesiapan individu ini mencakup aspek hubungan romantis yang berkurang, sering terjadi pertengkaran, atau tidak terdapat perhatian. Tingkat shock akan lebih tinggi apabila sebelum hubungan berakhir tidak terdapat pertengkaran, masih bersikap romantis, dan tetap saling memberi perhatian.

Yang kedua, encounter. Reaksi ini merupakan reaksi lanjutan dari shock. Dalam reaksi ini, individu yang mengalami putus cinta akan merasa kehilangan, tidak percaya diri, sedih, merasa tak berdaya, dan kerancuan berpikir. Secara umum, kondisi ini lebih sering dialami oleh individu yang diputuskan hubungannya. Ketika individu diputuskan secara sepihak, maka ia akan berpikir bahwa dirinya dipenuhi kekurangan, hingga membuat orang yang ia sayangi ‘membuang’ dirinya.

Yang ketiga, retreat. Reaksi ini menunjukan reaksi penolakan terhadap kenyataan yang terjadi. Individu yang putus cinta akan menolak bahwa hubungan yang ia miliki telah berakhir. Biasanya individu akan mencoba menghibur diri dengan menyatakan dirinya tidak sedih, mencoba mencari keuntungan dari putus cinta, dan merasa bahwa hubungan yang ia jalani tidak memiliki manfaat. Putus cinta sebagai kondisi yang tidak nyaman membuat individu mencari pembelaan agar melindungi diri dari ketidaknyamanan yang muncul dalam dirinya.

Ketika seseorang patah hati ia akan merasakan kehilangan terutama di awal-awal berakhirnya hubungan. Kita bahkan membutuhkan waktu berkabung; bisa berhari-hari, berpekan-pekan, berbulan-bulan bahkan tahunan untuk berdamai dengan kepatahan itu.

Seberapa lama kita patah juga sering dikaitkan dengan seberapa cinta kita kepada seseorang. Namun, bukan berarti kita terjebak terus-menerus dalam masa lalu. Hubungan telah berakhir, kita harus mampu bangkit, mau tidak mau, kita harus!

Mungkin benar yang dikatakan Wira Nagara, “Cinta membuat ktia mengerti, ada bahagia sebelum patah hati.” Terlepas dari kepastian bahwa kita akan merasakan patah hati, setidaknya sebelum kita mengalami, kita harus bahagia. Ya! Kita; aku, kamu, dan mereka yang telah patah hati. (BLU) 


Referensi:
Sarwono, Sarlito, W. 2002. Psikologi Sosial Individu Dan Teori-Teori Psikologi Sosial, Jakarta: Balai Pustaka.

Sarwono, Sarlito W., Meinarno, Eko, A. 2009, Psikologi Sosial, Jakarta: Salemba Humanika.

Yuwanto, L. (2011). Reaksi Umum Putus Cinta. Diakses melalui https://www.ubaya.ac.id/2018/content/articles_detail/24/Reaksi-Umum-Putus-Cinta.html.

Posting Komentar