Ilustrasi friends with benefits
Sumber: google.com
Katanya sih sebatas teman, tetapi gerak-geriknya melebihi teman biasa. Terjebak friendzone? Sepertinya bukan. Pasangan yang sedang berantem? Seru tuh kalau ditontonin, tapi sayangnya mereka bukan pasangan. Teman tapi Mesra? Nah! Ini nih!

Setelah sebelumnya kita membahas tentang friendzone (baca: Friendship: Sahabat Lawan Jenis atau Terjebak Friendzone?), rasanya kurang lengkap kalau kita tidak membahas tentang "Friends with Benefits". Friends with Benefits atau disingkat FWB ini bisa diartikan sebagai hubungan pertemanan yang mesra bahkan tak jarang menjadi terlalu mesra. Kok bisa?

Dalam penelitian yang berjudul, “A quantitative study of friends with benefits relationships” oleh Gusarova, Fraser, dan Alderson pada tahun 2012, dijelaskan bahwa FWB berawal dari hubungan perkenalan maupun persahabatan yang kemudian berlanjut pada keintiman seksual untuk jangka waktu yang tak ditentukan dan kedua individu yang terjalin dalam hubungan ini menganggap hubungan mereka sebagai hubungan non-dating.

Bisson dan Levine dalam jurnal “Negotiating a friends with benefits relationship” menjelaskan bahwa FWB ini termasuk dalam hubungan lawan jenis yang unik karena terdapat hubungan seksual tanpa komitmen maupun perasaan cinta serta dorongan untuk melanjutkan suatu hubungan menjadi romantis. Hal ini semakin diperkuat oleh penelitian Hughes dan kawan-kawannya yang menyebutkan bahwa dalam hubungan FWB terdapat beberapa kesepakatan secara bersama, seperti tidak melibatkan emosi atau kecintaan, menjaga komunikasi, pertemanan, dan menjaga kerahasiaan hubungan.

Sebagai suatu hubungan, FWB bisa dikatakan lebih rumit dan juga sistematis dari friendzone. Hal ini tentunya karena hubungan seksual atau keintiman yang tak berlanjut pada suatu hubungan serius. Ditambah adanya aturan atau kesepakatan dalam menjalin hubungan FWB.

Pertanyaannya kemudian, mengapa seseorang mau menjalin hubungan FWB? Apakah memang tidak ingin berkomitmen? Atau ada hal lain yang melatarbelakangi seseorang untuk melakukan hal ini?

Lamanna dan Riedmann dalam buku “Marriages and families: making choices in a diverse society” mengatakan bahwa hubungan FWB dipilih oleh beberapa kalangan dewasa muda karena sedang mengembangkan karir atau pendidikan. Mereka juga memiliki kekhawatiran tentang komitmen dalam hubungan dan memiliki keinginan untuk menunda pernikahan. Putri dalam skripsinya pada tahun  2015 juga mengemukakan bahwa FWB dipilih sebagai sarana hiburan semata maupun sebagai bentuk pelampiasan seksual semata. Selain itu, FWB dipilih dikarenakan adanya perasaan kecewa terhadap hubungan berkomitmen.

Seperti yang dikemukakan Putri, perasaan kecewa terhadap hubungan komitmen yang mungkin sebelumnya dijalani memiliki peran dalam membuat individu untuk menjalani hubungan FWB. Meski tak sedikit hubungan FWB yang berujung pada hubungan serius dan komitmen jangka panjang, namun banyak pula pasangan FWB yang berakhir karena salah satu dari mereka merasa terikat secara emosional dan melanggar perjanjian untuk tidak mengikutsertakan emosi satu sama lain.

Keputusan memulai hubungan FWB merupakan keputusan bersama. Meski kita telah bersepakat bahwa hubungan tidak dilabeli komitmen, tanpa kita sadari ‘tidak memberikan label’ telah menjadi komitmen yang kita berikan. Karena berani memulai FWB bukan hanya sekadar mencari kesenangan semata melainkan juga keberanian menyerahkan sebagian kendali perasaan kita kepada orang lain. (BLU) 

SUMBER:
Bisson, M. A., & Levine, T. R. (2009). Negotiating a friends with benefits relationship. Archives of Sexual Behavior, 38(1), 66-73.

Gusarova, I.,Fraser, V., & Alderson, K. G. (2012). A quantitative study of "friends with benefits" relationships. The Canadian Journal of Human Sexuality, 21(1), 41-58.

Lamanna, M. A., & Riedmann, A. (2009). Marriages and families: Making choices in a diverse society (10th Ed.). USA: Thomas. 

Putri, M. G. (2015). Friends with benefits (FWB): Studi tentang pergaulan bebas mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. (Bachelor thesis). UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Posting Komentar