Mahasiswa angkatan 2019  berkumpul di Pelataran Menara Phinisi UNM 
Sumber : Dokumentasi Pribadi Maba 2019

Psikogenesis, Sabtu (05/09)-Mahasiswa angkatan 2019 Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Negeri Makassar (UNM) akan mengajukan surat terbuka kepada Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (Maperwa) Keluarga Mahasiswa (Kema) FPsi UNM terkait aturan pendidikan dasar Psychocamp yang tak kunjung mendapat titik terang.

Muhammad Riyadh Ma’arif selaku Bapak Suku angkatan 2019 menjelaskan bahwa pengajuan surat terbuka yang direncanakan pada Sabtu (05/09) tersebut agar aspirasi mereka dapat secara langsung diterima. 

“Ya seperti semacam dengar pendapat,” jelasnya.

Riyadh mengungkapkan bahwa angkatan 2019 mengaku khawatir akan ada hal yang kurang menyenangkan bagi angkatan 2019 kedepannya apabila pengaderan tak kunjung dilaksanakan. 

“Jadi terhambat karena kami belum menyelesaikan pengkaderan untuk meningkatkan status anggota (baca: status keanggotaan Kema) kita sebagai anggota muda,” ungkapnya.

Riyadh juga menuturkan bahwa keresahan yang mereka rasakan telah disampaikan terlebih dahulu pada Kementerian Pendidikan dan Pelatihan (Kemendiklat) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Kema FPsi UNM. Sayangnya, mereka hanya dituntut untuk bersabar. Tak ingin berdiam diri, angkatan 2019 mengubah strategi dengan berusaha mengambil landasan-landasan Anggaran Dasar dan Anggaran rumah Tangga (AD/ART) Kema FPsi UNM. Dari strategi mereka tersebut, mereka menemukan beberapa pelanggaran yang dilakukan Maperwa Kema FPsi UNM.

“Bahkan kami sampaikan kalau ada beberapa pelanggaran yang dilakukan terhadap AD/ART,” ujarnya.

Salah satu pelanggaran yang dimaksudkan terdapat pada pembukaan AD/ART Kema FPsi UNM, tepatnya pada paragraf ketiga. Pelanggaran tersebut menyangkut pola pengembangan potensi mahasiswa yang didesain efektif, kondusif, serta dengan perkembangan keilmuan terkini. 

“Padahal sekarang kita ketahui kalau lagi pandemi, dan di pembukaan tersebut dituntut asas keefektifan, kondusifitas, dan mengikuti perkembangan terkini,” terangnya.

Riyadh juga menambahkan, apabila undangan mereka tidak direspon oleh pihak Maperwa Kema FPsi UNM, mereka akan menilai Maperwa sebagai lembaga yang secara struktural memiliki kekuasaan terbesar di lingkup Kema FPsi UNM telah melanggar asas Pancasila yang dianut Kema FPsi UNM, terkhususnya sila keempat.

"Katanya Kema berasaskan pancasila, dan termaktub pada sila keempat," tambah Riyadh.

Langkah yang diambil oleh mahasiswa angkatan 2019 ini pun mendapatkan tanggapan dari Kemendiklat BEM Kema FPsi UNM. Melalui Sekretaris Menteri Pendidikan dan Pelatihan (Sekmendiklat), didapatkan informasi bahwa pihak BEM Kema FPsi UNM telah melakukan koordinasi melalui Presiden BEM Kema FPsi UNM dengan Ketua Umum (Ketum) Maperwa Kema FPsi UNM. 

“Presiden dan Ketum Maperwa sudah koordinasi dan hasilnya paling lambat disampaikan tanggal 6 (Baca: Minggu, 06/09),” tutur Sekmendiklat yang akrab disapa Fira ini.

Fira juga menambahkan bahwa aspirasi yang dimaksudkan 2019 pada Kemendiklat adalah kejelasan terkait status Psychocamp yang di dalam Undang-Undang (UU) Pendidikan Kema FPsi UNM harus dilaksanakan dengan konsep outbond. Hanya saja, dalam kondisi pandemi pelaksanaan secara outbond sangat tidak mungkin dilakukan sehingga mereka meminta penjelasan. 

“Intinya itu na minta kejelasan psychocamp,” paparnya.

Selain dari pihak mahasiswa angkatan 2019 dan Kemendiklat BEM Kema FPsi UNM. Reporter Psikogenesis juga mencoba meminta tanggapan dari Komisi I Maperwa Kema FPsi UNM. Sayangnya, Nurindri Rezky Apridah selaku Ketua Komisi I, menolak untuk memberikan keterangan.

Lebih jauh, Riyadh pun kemudian mengharapkan bahwa kedepannya terdapat keputusan yang solutif dari masalah tersebut. 

“Bukan janji yang hanya menguji kesabaran,” harapnya. (BLU)

Posting Komentar