Agenda penanaman pohon dalam Fun Camp yang berlangsung di Malino (12/11).
Sumber: Dok. LPM Psikogenesis

Psikogenesis, Minggu (22/11)- Mahasiswa Pemerhati Bumi dan Nusantara (Marabunta) Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Negeri Makassar (UNM) bersama dengan Klinik Rumah Mentari kembali bekerja sama menyelenggarakan kegiatan Fun Camp yang pada tahun ini berlokasi di Malino pada Jumat-Minggu (20-22/11).  

Pelaksanaan Fun Camp Marabunta dan Klinik Rumah Mentari berhasil menarik perhatian dengan konsep yang diusung, sehingga berdampak pada peningkatan jumlah peserta setiap tahunnya. Indria Siregar selaku owner Klinik Rumah Mentari mengungkapkan bahwa pada awalnya, pelaksana kegiatan sempat berkeinginan membatasi jumlah peserta, tetapi antusias pendaftar membuat pertimbangan jumlah peserta ditambahkan.

“Tahun pertama tiga, tahun kedua 28 orang mendaftar terkonfirmasi 9, tahun ini tadinya kita cuma mau batasi 7 cuma karena banyak yang mau akhirnya kita bilang ayo deh 11 ga apa-apa,” ungkapnya. 

Indria menambahkan bahwa secara konsep dan rancangan, kegiatan Fun Camp pada tahun ini sedikit berbeda dengan tahun sebelumnya, mempertimbangkan kondisi akibat Coronavirus Disease-19 (COVID-19), sehingga proses penyelenggaraan kegiatan perlu memperhatikan dan memperketat penerapan protokol kesehatan untuk keselamatan setiap individu yang berpartisipasi, salah satunya dengan membatasi jumlah orang dewasa yang hadir.

“Kita lebih tekankan dengan kakak pendamping dan panitia, jika tidak sehat ga boleh ikut, tahun ini kita ga boleh egois karena mau senang-senang justru lantas akhirnya mereka jadi kena,” tambahnya.

Pembatasan panitia dan kakak pendamping sempat menjadi kekhwatiran, tetapi Indria menyatakan bahwa hal ini tidak akan menjadi permasalahan yang besar dan dapat ditangani dengan baik berkat bantuan dari tim rumah mentari yang juga turut ikut secara aktif terlibat dalam seluruh kegiatan.

“Tim dari rumah mentari akhirnya diturunkan sepenuhnya, kalau tahun lalu kami cuma back up, misalnya ketika anaknya tantrum atau apa tapi sekarang betul-betul turun buat jadi pendamping juga,” jelasnya.

Untuk mendukung proses penyelenggaran dengan lebih maksimal, tentunya kemampuan dan pendekatan kakak damping harus dipertimbangkan, sehingga proses pendampingan yang diberikan lebih maksimal dengan menyesuaikan kondisi anak dengan tipe kakak dampingan. 

“Betul-betul harus diliat kondisi adiknya seperti apa, bisa ga kakak dampingnya meng-handle adiknya. Saya sendiri justru sedikit saja meng-handle, kecuali ketika tantrum. Peserta baru mungkin kayak kaget ga tidur sama orang tua jadi tantrum 3 jam gitu, jadi saya yang pegang,” tuturnya.

Sebagai penutup, Indria berharap agar pelaksanaan Fun Camp selanjutnya bisa lebih banyak Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang mendaftar menjadi peserta. Ia juga berharap lebih banyak lagi mahasiswa FPsi yang terlibat aktif untuk belajar dan mencari pengalaman di ranah psikologi ini. (SATU)

Posting Komentar