Ilustrasi Sastra "Hujan Itu Kamu" oleh Mr. Bam.
Sumber: Pinterest
 

Hujan, kamu pasti tahu apa itu hujan jadi tak perlu kujelaskan tentang bagaimana proses terjadinya. Tapi aku akan menjelaskan anomali dari hujan itu sendiri. Sebuah anomali yang menitikberatkan pada proses kejatuhannya. Hujan tak pernah turun sendirian bahkan sedari Adam dan Hawa masih saling mencari.

Kamu pasti paham, bahwa begitulah hujan. Dengan segala pendirian, ia turun tak sendirian. Pendirian yang sungguh menjadi kecintaan para penikmatnya. Para pecinta hujan pasti paham apa yang akan mereka ciptakan di kala tetesan air yang dipenuhi ketulusan itu mengunjungi pipinya, meski begitu hujan sering kali tak menyadari kenginan pecintanya, sering mengecewakan pencintanya, sering membuat pecintanya menangis tersedu-sedu. 

Hujan memang sering sekali tak menyadari situasi, anehnya meski dengan semua anomali yang ia miliki para pecintanya tetap memercayai hujan. Dan aku adalah salah satu pecintanya. Sayangnya, akhir-akhir ini hujan semakin tak memahami keadaan dikarenakan musim pancaroba yang memaksanya mengikuti keinginan langit yang sangat egois, sungguh egois. Hujan yang biasanya turun dengan apa adanya, sekarang harus turun dengan ada apa-apanya. Tak bisa dipaksa datang dan tak bisa juga dipaksa pergi oleh pecintanya. Karena mengikuti kenginan langit adalah suatu perintah mutlak bagi hujan. 

Dan kamu perlu tahu bahwa dirimu sebenarnya sungguh menyerupai hujan. Seperti hujan, kamu sering sekali tak menyadari situasi. Tak hanya itu, kamu juga suka seenaknya; seenaknya datang, seenaknya pergi. Bukan hanya seenaknya juga, kamu juga hanya melakukan apa yang kamu suka; sesuka hati, sepenuh hati.  Kamu pun tak bisa dipaksa datang karena kamu adalah perwujudan cinta yang dikirimkan langit untukku. Pergi? Kamu pun tak bisa dipaksa melakukannya, karena kamu jelmaan rindu yang selama ini menjadi incaran bayanganku. 

Kamu pasti pernah melihat tanah yang gersang apabila diberikan curah hujan yang berintensitas banyak, pasti akan membawa petaka. Begitu pula kamu, kamu juga bisa membahayakan daratan hati ini. Mendarat tak kenal waktu, membuat hatiku seakan siap menangkapmu yang jatuh. Nyatanya kamu tak benar-benar berniat begitu, bukan? Kamu hanya sekadar menyempatkan waktu kosongmu untuk mempermainkan hati yang tak bermaksud diajak main-main. 

Kamu memang seperti hujan, menjengkelkan bila terlalu banyak, merindukan bila terlalu sedikit. Kemarin misalnya, hujan datang sejenak, lalu pergi tanpa terlintas dalam benak. Aku melihatmu kemarin, sepersekian detik kemudian kedua mata kita yang saling beradu harus saling dileraikan. Seketika itu juga kamu menghilang seperti biasanya. 

Kamu adalah hujan, hujan adalah kamu. Sedang aku? Sekadar pecinta hujan yang tak sempat diizinkan terbalaskan kecintaannya. 


Mr.Bam

Posting Komentar