Ilustrasi Anak Berhadapan Hukum.
Sumber: Google.com

Mahasiswa Kuliah Kerja Profesi (KKP) Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Negeri Makassar (UNM) kelompok 37 melakukan wawancara terkait Anak Berhadapan Hukum (ABH) di Unit Pelayan Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan  Perempuan dan Anak (PPA) Kota Makassar. 

Makmur selaku Ketua Tim Reaksi Cepat (TRC) mengemukakan bahwa dari data kasus ABH setiap tahunnya mengalami peningkatan. 

“Dari awal Januari sampai akhir Desember 2020 jumlah kasusnya 223 orang dan sekarang di tahun 2021 semakin meningkat karena dampak COVID-19,” ungkapnya. 

Makmur sapaan akrabnya, juga mengatakan bahwa kasus ABH menjadi topik yang sering ditangani dan dari kasus-kasusnya juga sangat bervariasi. 

“Memang bervariasi ada beberapa kasus dan bermacam-macam. Mulai dari kasus pencurian, narkoba, kekerasan seksual, percobaan pemerkosaan, ada juga yang tawuran, ada juga yang sajam, busur. Kalau itu busur di pihak Kepolisian termasuk sajam,” katanya. 

Makmur juga menambahkan bahwa dari Kepolisian Daerah (Polda), 15 Kepolisian Sektor (Polsek), dan 2 Polrestabes Makassar dari wilayah ini terdapat beberapa kasus ABH yang sering terjadi. 

“Termasuk Tallo, Mamajang, Mariso dan Makassar kalau yang lain ada termasuk juga Panakukkang dan ini menjadi catatan bagi kami,” tambahnya. 

Di sisi lain, Abu Thalib anggota (TRC) mengatakan untuk penanganan kasus ABH di UPTD PPA yang telah diproses oleh pihak Kepolisian akan dilakukan pembinaan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) UPTD PPA yakni dilakukannya asesmen dan pembinaan. 

“Sambil berproses kasusnya baik di Kepolisian, Kejaksaan atau Bapas (baca: Balai Pemasyarakatan) sesuai berat atau ringan kasusnya,” ungkapnya 

Thalib sapaan akrabnya, juga menjelaskan   UPTD PPA mencoba untuk melakukan diversi atau restoratif justice dalam mencari solusi terbaik bagi ABH dengan melibatkan pihak terkait. 

“Apabila hasil asesmen yang dilakukan pihak pendamping UPTD PPA menemukan hal-hal yang ingin ditindak lanjuti, akan dilakukan bedah kasus bersama kepala UPTD dan tim pendamping lainnya, seperti ABH yang lagi diterima orang tuanya, tidak punya akta kelahiran, tidak lagi bersekolah, dan lain-lain,” jelasnya 

Thalib juga menambahkan UPTD PPA bukan hanya tempat penitipan bagi pelaku anak, namun juga bagi anak yang menjadi korban, dan saksi juga terdapat layanan ABH lainnya yang diberikan oleh UPTD PPA. 

“Salah satu layanan ABH di UPTD PPA adanya rumah aman atau safe house yang tempatnya aman, nyaman, dan rahasia,” ungkapnya 

Terakhir, Thalib berharap untuk kasus ABH ini semua pihak baik peran orang tua, wali yang utama, masyarakat, pemerintah, media, dan pihak swasta ikut dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak. 

“Karena anak adalah salah satu kelompok rentan, bisa menjadi pelaku kekerasan dan korban kekerasan,” tandasnya.

Posting Komentar