Ilustrasi Catcalling.
Sumber: Pinterest

Psikogenesis, Sabtu (18/12)- Catcalling merupakan fenomena kriminalitas yang terjadi setiap harinya. Catcalling umumnya dilontarkan kepada pekerja kantoran, mahasiswi, pelajar. Catcalling tidak hanya terjadi dijalanan, namun ternyata catcalling juga ditemukan di lingkungan universitas termasuk Universitas Negeri Makassar (UNM). 

Catcalling merupakan bentuk pelecehan yang dilakukan oleh seseorang untuk menggoda, termasuk pelecehan verbal yang dilontarkan kepada lawan jenis. Contoh perilaku catcalling adalah siulan, kedip mata, melontarkan kata yang membuat siapapun menjadi canggung seperti “kamu cantik, “senyum dong” atau “boleh minta nomor telfonmu?”. Selain itu ada juga catcalling yang dilakukan dijalan raya dengan cara membunyikan klakson atau berteriak dari motor atau dalam mobil. Seringkali catcalling terjadi di jalanan atau di fasilitas umum seperti, cafe, pasar, tempat wisata, bahkan di kampus atau di sekolah. 

Sebut saja MK dan NB, dua korban catcalling yang mereka alami di jalan dan lingkungan kampus. MK misalnya, pernah mengalami catcalling di lingkungan kampus saat ia masih menjadi mahasiswa baru. 

“Kalau di Fakultas Psikologi itu pernah, tapi jarang. Saat itu catcalling yang saya alami adalah siulan. Lokasinya pada saat itu persis di depan gedung BB, si pelaku pada saat itu sedang bergerombolan dengan temannya. Ketika saya berjalan sendirian melewati gedung BB, mulailah si pelaku melakukan catcalling dengan cara bersiul. Kira-kira sekitar pukul 17.50. Mereka adalah senior, tapi bukan senior Fakultas Psikologi. Ditambah pada saat itu saya sedang berjalan sendirian dan sudah menjelang waktu maghrib. Jadi, saya merasa tidak aman saat itu,” ucap MK. 

Apa yang dialami MK merupakan salah satu bentuk catcalling yang diakui oleh korban membuatnya tidak aman berada di kampus. 

NB, korban lainnya memberikan tanggapan mengenai bagaimana dia menanggapi pengalaman catcalling yang terjadi di kampus. 

"Jika terjadi, reaksi saya terhadap pelaku itu mungkin saya abaikan saja, tapi kalau mau dibilang melawan sih ada tapi malas meladeni orang seperti itu, karena jika kita ladeni malah makin menjadi-jadi," tanggap NB. 

Di lain sisi, reporter berhasil mewawancarai salah satu narasumber yang mengaku pernah melakukan catcalling, sebut saja AHS. AHS mengatakan motifnya melakukan catcalling hanya sebatas bersenang-senang. 

"Sebenarnya, motif saya hanya untuk bersenang-senang dan untuk menyadari saya sedang melakukan catcalling itu dilihat dari ekspresi korban dari tindakan catcalling. Kalau korban menunjukkan ekspresi yang negatif, itu menunjukkan bahwa korban risih atau tidak suka dengan tindakan yang saya lakukan. Namun lain halnya jika korban malah merasa biasa saja dan merespon balik hal yang saya lontarkan," jelas AHS. 

Terlepas dari motif yang AHS ucapkan, ia mengaku menyadari bahwa yang dilakukannya adalah catcalling dan akan meminta maaf jika korban merasa risih. 

“Jika orang tersebut risih dan marah kepada saya, saya akan mengakui kesalahan saya dan meminta maaf atas tindakan saya. Pada akhirnya saya merasa bersalah karena memanfaatkan seseorang demi kesenangan pribadi,” aku AHS. 

Setelah mengetahui dampak dan pengalaman korban mengenai catcalling, MK dan NB selaku korban sangat berharap agar oknum-oknum pelaku menyadari tindakan mereka yang hanya sebatas memenuhi kesenangan pribadi mereka dan berhenti melakukan catcalling

“Jadi, harapan saya terhadap oknum-oknum itu mungkin diberi edukasi atau diberi efek jera terhadap tindakan seperti itu agar tindakan catcalling bisa berkurang atau mungkin dilenyapkan karena tindakan ini membuat orang sangat risih,” harap NB. 

“Perilaku catcalling di kampus harus dibatasi. Takutnya jika berlebihan, membuat para korban menjadi risih dan takut datang ke kampus, dan banyak dampak negatif lainnya," tutup MK yang sangat mengharapkan tindakan catcalling dihilangkan terutama di lingkungan kampus. (026)

*Berita ini ditulis oleh peserta magang LPM Psikogenesis

Posting Komentar