Timeline Pemilu Kema FPsi UNM Tahun 2022.
Sumber: Dok. KPU FPsi UNM

Psikogenesis, Jumat (11/03)- Pemilihan Umum (Pemilu) Keluarga Mahasiswa (Kema) Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Negeri Makassar (UNM) kembali melibatkan calon tunggal melawan kotak suara kosong untuk jabatan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Kema FPsi UNM periode 2022-2023.

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pemilu Kema FPsi telah menyampaikan bahwa salah satu kendala yang dialami adalah tidak adanya pendaftar untuk jabatan Presiden BEM sebelum akhirnya tahap pendaftaran diperpanjang dan memperoleh satu calon.

(Baca: Pendaftaran Presiden BEM dan Anggota Maperwa Kema FPsi Resmi Ditutup)

Arya Hidayat Syam, Ketua KPU Pemilu Kema FPsi sebelumnya, mengaku bahwa calon tunggal yang kembali terjadi merupakan tanda krisis kepemimpinan, melihat banyak potensi sumber daya yang dimiliki oleh Fakultas Psikologi.

"Ini pertanda bagi Kema Fakultas Psikologi UNM, ada krisis kepemimpinan boleh dibilang, karena cuma ada satu calon selama dua tahun terakhir sementara kita punya banyak sumber daya," aku mahasiswa yang akrab disapa Arya oleh rekan mahasiswa.

Sabriasrifah, Ketua Umum Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (Maperwa) Kema FPsi periode 2019-2020 juga ikut menanggapi kasus ini sebagai krisis dalam kepemimpinan, yang penyebabnya dapat ditarik hingga pendidikan kepemimpinan yang belum maksimal.

"Hanya ada satu calon menggambarkan bahwa semakin kesini mental untuk menjadi pemimpin khususnya sebagai Presiden (baca: Presiden BEM), semakin kurang atau krisis. Menurut saya ada banyak potensi pemimpin di lingkup Kema, entah kondisi ini terjadi dilatarbelakangi oleh apa tapi perlu sebuah kesadaran dan dimaksimalkan lagi pendidikan kepemimpinannya, entah itu pada saat pengaderan atau kegiatan lainnya," tanggapnya.

Mekanisme pemilihan dengan calon tunggal dijelaskan oleh Arya, serupa dengan pemilu sebelumnya yang akan digelar dengan menghadirkan pilihan kotak kosong yang hadir sebagai oposisi bagi calon tunggal. Melalui mekanisme ini, kemenangan calon tunggal dapat dipastikan apabila suara yang diperoleh melebihi jumlah pemilih kotak kosong.

"Karena calon tunggal, kotak kosong hadir sebagai bentuk ketidaksetujuan dengan calon yang ada, jadi seperti setuju atau tidak setuju. Sebenarnya tidak jauh beda dengan mekanisme pada umumnya, bedanya hanya lawan kotak kosong. Kemenangan juga ditentukan dengan jumlah suara, kandidat menang apabila meraup suara lebih banyak dari pesaingnya. Jika kotak kosong yang menang, maka artinya tidak ada pemenang dalam pemilu itu," jelas Arya.

Sabriasrifah menutup wawancara dengan berharap kasus calon tunggal tidak lagi terjadi, karena tidak mencerminkan sistem demokrasi dan euforia yang harusnya muncul dalam pemilu. Ia khawatir kemenangan kotak kosong akan memberikan kesan tidak percaya kepada calon yang mengajukan.

"Harapannya di periode ini (baca: periode 2022-2023) tidak terjadi lagi, sistem demokrasi dan euforia pemilihan akan kurang dirasakan pada saat pemilihan karena yang dilawan adalah kotak kosong. Ini juga akan menjadi kekhawatiran jika nantinya yang menang adalah kotak kosong, akan sungguh menggambarkan ketidakpercayaan masyarakat Kema pada calon yang mengajukan," harapnya. (AR)

Posting Komentar