Wakil Ketua Komisi X Memberikan Laporannya Terkait RUU PLP kepada Ketua DPR RI dalam Sidang Paripurna ke-28 Masa Persidangan V.
Sumber: Google

Psikogenesis, Kamis (14/07) Rancangan Undang-Undang Pendidikan dan Praktek Psikologi (RUU PLP) telah disahkan menjadi Undang-Undang (UU) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) pada Kamis (07/07) yang lalu. Menanggapi hal tersebut, Ahmad Ridfah selaku Ketua Himpunan Psikolog Indonesia (HIMPSI) wilayah Sulawesi Selatan (Sulsel) memberi tanggapan terkait pengesahan RUU PLP ini.

Ketua HIMPSI Sulsel periode 2022-2026 ini mengatakan bahwa RUU PLP ini walaupun telah disahkan menjadi Undang-Undang (UU), namun belum ditanda-tangani oleh Presiden dan belum memiliki nomor UU.

“UU nya sudah disahkan di tanggal 7 (07/07) kemarin, tapi UU itu (baca: UU PLP) belum di-Undang-kan, kan baru disahkan di DPR belum ditanda tangani Presiden, belum di-undang-kan lewat lembaran negara jadi UU nya belum punya nomor, kita menunggu UU nya jadi UU nomor berapa,” ucapnya.

Lebih lanjut, dosen yang akrab disapa Ridfah ini juga menambahkan, saat ini penanganan UU ini telah dialihkan dari DPR RI ke Menteri Sekretariat Negara (Mensekneg).

“Sekarang dari DPR sudah beralih ke Mensekneg, jadi tunggu Mensekneg-nya memutuskan itu akan menjadi UU nomor berapa,” tambahnya.

Lebih lanjut, terkait dengan perubahan-perubahan yang terjadi pasca disahkannya RUU PLP ini, Ridfah menjelaskan bahwa perubahan paling besar terjadi pada ranah pendidikan psikologi, dimana terjadi perubahan susunan dalam sistem Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).

“Jadi yang tadinya magister profesi ada di level (baca: tingkat) 8 sekarang pindah ke level 7 dan dia tidak magister lagi dia hanya profesi saja. Jadi mirip S.Kes (baca: Sarjana Kesehatan) ke dokter gitu, ini jadi S.Psi (baca: Sarjana Psikologi) ke Psikolog. Setelah level 7 ini, ada praktisi level 8. Level 8 ini yang setara dengan magister, level 8 itu spesialis. Kemudian ada level 9, yang sub spesialis itu setara dengan Doktor. Jadi nanti magister profesi yang ada sekarang akan berubah menjadi pendidikan profesi,” jelasnya.

Dosen yang juga menjabat sebagai Ketua Program Studi FPsi UNM itu menambahkan bahwa masih banyak persiapan yang harus disiapkan kedepannya dalam implementasi UU PLP, diperkirakan masih memerlukan waktu 2 sampai 3 tahun lagi.

“Itu mungkin kalau ikut UU-nya, 2 sampai 3 tahun lagi, karena harus disiapkan dulu aturan-aturannya kemudian mengubah kembali kurikulum yang ada, terus setelah itu baru dibuka pendidikan profesinya, kemudian setelah itu jalan, mungkin baru dipikir lagi bagaimana itu yang dimaksud dengan spesialis, bagaimana itu sub spesialis,” tambahnya.

Untuk praktek psikologi, Ridfah mengatakan bahwa dengan disahkannya RUU PLP ini, kedepannya Psikolog harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sebelum memiliki surat izin praktek.

“STR kalau melihat dari profesi lain, mereka harus melalui ujian dulu kemudian setelah menempu ujian itu baru dia dapat STR. Psikolog juga akan seperti itu, bagi yang praktik dia harus punya STR dulu, setelah dia punya STR baru dia boleh punya surat izin (baca: surat izin praktik),” jelasnya.

Terakhir, Ridfah menyampaikan bahwa walaupun RUU PLP ini telah disahkan masih harus diadakan lagi peraturan turunan yang mengatur secara lebih rinci menganai penyelenggaraan UU ini secara oprasional. Kedepannya pihak HIMPSI akan berkoordinasi lebih lanjut dengan pemerintah terkait pengadaan peraturan turunan dari UU PLP ini nantinya.

“(baca: Kita akan) berkoordinasi dengan kementerian supaya kita bisa menyusun si peraturan pemerintah dan kawan-kawanya, peraturan di bawah undang-undangnya. Kita harus melihat peraturan di bawahnya itu dan seberapa jauh peraturan yang ada di bawahya itu akan mempengaruhi kita, semoga dia (baca: UU PLP) bisa cepat selesai,” tutupnya. (PHS)

Posting Komentar