Ilustrasi Sastra "Pamit".
Sumber: Pinterest

-Mr.Bam-

“Kamu, saya berhentikan,” kalimat tajam itu akhirnya keluar sekaligus menutup diskusi panjang yang tak menunjukkan titik terang.

Bahu tegap yang seringkali kita temui saat menyampaikan aspirasi, kini tampak lesu, lemah tak bertenaga. Ia pamit, berdiri dari kursinya. Langkah kakinya perlahan menuju pintu keluar, pintu yang sepertinya takkan menerimanya masuk kembali.

Sesaat sebelum ia keluar ruangan, ia sempat meminta izin untuk terakhir kali, “Pak, apakah bisa saya menemui para pemuda, sekadar untuk berpamitan?” pintanya dikabulkan.

Digenggamnya gagang pintu itu, berat nian rasanya, namun ia harus berusaha tegar. Kakinya gemetar, bukan sebab ia takut, namun ia sedih harus berpisah dengan para pemuda; anak-anak tak langsungnya.

Dengan senyumnya yang tak semekar biasa, ia mempersilakan para pemuda duduk bersamanya di ruang pribadinya untuk terakhir kali. Mereka membicarakan tentang banyak hal, namun yang menjadi sorotan adalah permintaan maafnya. Ia mengucap maaf berulang kali, menimbulkan tanda tanya untuk para pemuda. Ada apa gerangan dengan sosok yang bersedia merakyat bersama mereka.

“Ayahanda, terlampau banyak permintaan maafnya, ada apa?” tanya seorang pemuda.

“Ini hari terakhir saya, saya mohon maaf bila selama ini banyak kekurangan maaf,” balasnya dengan senyum sendunya.

“Apa maksudnya Ayahanda? Bukan sebelumnya kita berniat membangunkan Singa dan Harimau yang telah tertidur?” tanya seorang pemuda lain yang tampak marah, tak terima apa yang didengarnya.

Pria hebat nan bersahabat itu lagi-lagi tersenyum, “Singa dan Harimau akan bangun, bahkan tanpa saya sekalipun,” ujarnya.

Tak lama kemudian, diskusi berakhir bersamaan dengan para pemuda yang keluar ruangan satu per satu. 

Kini, ia sendirian di ruangan kosong itu, barang-barang pribadinya telah dikemas dengan baik, tak sepertinya caranya diberhentikan; tak baik. Dilihatnya pojok-pojok ruangan itu, banyak pemuda telah ia temui di ruangan yang berukuran kurang lebih 5 x 7 meter itu. lampu ruangan dipadamkan, ia meninggalkan ruangannya.

Ia tumbang, namun kelak ia bangkit kembali.

Ia pamit, namun kelak ia datang kembali.

Posting Komentar