Ilustrasi Psikologika "Paradox of Choices: Semakin Banyak Pilihan, Membuat Anda Menderita".
Sumber: Pinterest

Bayangkan ada berapa banyak jenis susu yang kamu temukan saat masuk ke minimarket yang berwarna biru atau merah. Mulai dari merk susu, Indomilk, Hilo, Milo, Ultramilk, Frisian Flag, Greenfields, Cimory, Dancow, dan lain-lain. Berdasarkan jenis susu juga ada banyak, susu UHT, bubuk, skim, yoghurt, rendah lemak, dan lain-lain. Berdasarkan kemasannya juga ada banyak, kaleng, botol, kardus, dan lain-lain. Betapa banyaknya pilihan yang tersedia ketika kita ingin membeli susu di minimarket sampai kepala anda pusing mau pilih yang mana. Mungkin untuk kaum hawa lebih dekat dengan produk kecantikan, tapi karena saya buta akan hal itu jadi kita pakai contoh susu saja. 

Barry Schwartz dalam bukunya The Paradox of Choice (2004) menuliskan kondisi ini disebut dengan fenomena 'paradox of choice.' Dikutip dari idxchannel, paradox of choice merupakan kondisi ketika seseorang merasa pusing atau kebingungan saat produsen menyediakan berbagai pilihan. 

Lebih lanjut, Schwartz (2004) mengungkapkan eksistensi manusia didefinisikan berdasarkan pilihan yang dibuat. Setiap hari manusia harus membuat pilihan. Zaman dulu, manusia tidak dihadapkan dengan banyak pilihan, mereka hanya dihadapkan dengan pilihan yang simpel. Seiring berjalannya waktu, produsen mulai membanjiri market dengan banyak produk. Pilihan semakin banyak saat manusia mulai beralih ke pembelanjaan daring, dimana manusia dihadapkan dengan ribuan produk dalam beberapa waktu saja.

Dikutip dari The Decision Lab, ketika kita dihadapkan dua pilihan, membuat kita lebih mudah dalam menentukan pilihan. Hal tersebut juga dapat meningkatkan kepuasan konsumen terhadap produk yang kita beli. Berbeda saat kita dihadapkan dalam banyak pilihan. Kita membutuhkan lebih banyak usaha untuk menentukan pilihan dan hal itu membuat kita tidak puas dengan pilihan kita.

Video yang diunggah ke YouTube channel FightMediocrity mengatakan paradox of choice membuat kita merasa pusing saat menghadapi banyak pilihan. Setelah itu kita akan menemukan kondisi dimana kita menghabiskan banyak waktu untuk menentukan pilihan. Lebih lanjut, setelah itu akan ada rasa penyesalan atau ketidakpuasan saat setelah membeli produk yang sudah kita tentukan. 

Terdapat beberapa strategi yang ditawarkan Schwartz (2004) untuk menghadapi paradox of choice.

1. Choose when to choose (pilih kapan harus memilih).

2. Satisfice more and maximize less (Memilih berdasarkan kepuasan bukan mencari yang paling sempurna).

3. Make your decisions nonreversible (buat keputusan anda tidak dapat diubah).

4. Practice and “attitude of gratitude” (latihan dan “sikap syukur”).

5. Regret less (lebih sedikit menyesal).

6. Control expectations (kontrol ekspektasi).

7. Curtail social comparison (batasi perbandingan sosial).

8. Learn to love constraints (belajar mencintai kendala). 

Paradox of choice bukanlah sesuatu yang kita bisa hindari di dunia modern ini. Di tengah sangat banyak gempuran produk produsen, yang bisa dilakukan adalah bagaimana cara kita menghadapi atau mengurangi efek dari paradox of choice. (TFR)

Referensi

Schwartz, Barry. (2004). The Paradox of Choice : Why More is Less. New York :Ecco.

https://www.idxchannel.com/economics/mengenal-paradox-of-choice-definisi-dan-strateginya-dalam-bisnis diakses pada tanggal 1 Januari 2023

https://thedecisionlab.com/reference-guide/economics/the-paradox-of-choice diakses pada tanggal 1 Januari 2023

https://www.youtube.com/watch?v=F4QzhSlqmqg diakses pada tanggal 1 Januari 2023

Posting Komentar