![]() |
Dialog Tertutup Mahasiswa FPsi bersama WD I Bidang Akademik dan Ketua Program Studi FPsi UNM. Sumber: Dok. LPM Psikogenesis |
Dialog ini diadakan di ruang kerja WD I untuk membahas masalah kuota mata kuliah, khususnya Teknik Penulisan Skripsi (TPS). Masalah ini muncul karena banyak mahasiswa yang mengeluhkan bahwa mereka hanya mendapatkan kelas untuk beberapa mata kuliah saja. Hal ini disebabkan oleh kuota mata kuliah yang sudah terisi penuh, bahkan beberapa mahasiswa belum memprogramkan mata kuliah apa pun.
Resekiani Mas Bakar selaku WD I menuturkan bahwa, ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini dapat terjadi, diantaranya adalah jumlah mahasiswa yang terus bertambah dari tahun ke tahun, ditambah dengan perkuliahan yang sudah kembali dilakukan secara luring yang menyebabkan jumlah kuota mata kuliah harus disesuaikan dengan daya tampung ruang kelas yang tersedia.
"Kalau kita lihat penerimaannya (baca: mahasiswa) dari tahun 2017 hingga 2020 masih aman, kemudian terus bergerak naik hingga puncaknya pada tahun 2022 dengan jumlah 535, alhamdulillah tahun ini turun jadi 377. memang kalau kita lihat ada faktor dari peningkatan jumlah mahasiswa, selain itu perubahan di mana sudah mulai diadakan kelas offline (baca: luring), di mana hanya ada 11 kelas saja dengan daya tampung yang ada di kelas itu hanya sekitar 41 sampai 42 (baca: mahasiswa)," tutur dosen dengan sapaan Kiki tersebut.
Lebih lanjut, Kiki mengatakan bahwa ada peluang kuota mata kuliah akan bertambah ketika mahasiswa memprogramkan Bentuk Kegiatan Pembelajaran (BKP), untuk memastikan ini, Kiki menambahkan akan menghimbau kepada seluruh Dosen Pendamping (PA) agar mahasiswanya melepas mata kuliah yang sudah diambil sebelumnya jika memprogramkan BKP. Kiki juga menjabarkan bahwa untuk semester ini terdapat penurunan jumlah mahasiswa yang dapat mengikuti BKP.
"Kalau BKP masuk, agak berkurang sedikit (baca: mahasiswa yang mengambil mata kuliah), setelah kami melakukan monitoring (baca: pemantauan) pada lokasi BKP sebelumnya, yang dapat kembali diteruskan hanya 26 lokasi, efeknya tentu pengurangan, sehingga yang dapat mengikuti BKP perkiraanya hanya sekitar 126 mahasiswa saja," ucapnya.
Sejalan dengan itu, Fitriany Fahri selaku Kaprodi menuturkan, bahwa terkhusus pada kuota mata kuliah TPS menyesuaikan dengan kesanggupan dosen pengampu.
"Dalam kondisi saat ini, di peminatan sosial saja kita buka kuota sebanyak 72, di mana setiap dosen mendampingi 8 anak bimbingan. Yang membuat kami agak ringkih, karena jumlah bimbingan dosen aktif itu bukan 5, 7, atau 15, saya saja misalnya ada 22, jika ditambah kalian total jadi 30 untuk semester ini, jadi jika semester depan ada lagi TPS berarti bertambah," ungkap dosen dengan sapaan Fifi tersebut.
Terkait larangan untuk memprogramkan BKP ataupun Kuliah Kerja Profesi (KKP) bersamaan dengan TPS, Fifi menjelaskan bahwa Mahasiswa diharapkan untuk tetap berada di tempat kerja selama masa BKP ataupun KKP dan tidak meninggalkan tempat kerja di luar jam kerja yang ditentukan.
"Karena KKP itu anda diharapkan tetap berada di sana, dan tidak meninggalkan tempat kerja, ketika anda keluar berarti anda menyalahi jam ketentuan KKP, itu aturannya ketika anda menandatangani kontrak KKP, TPS itu mata kuliah, jadi otomatis anda harus hadir di kelas," jelasnya.
Selain itu, alasan kebijakan ini dibuat karena berkaca dari pengalaman sebelumnya, di mana kebanyakan mahasiswa yang memprogramkan KKP ataupun BKP bersamaan dengan TPS biasanya tidak mampu menyelasaikan keduanya dengan baik, sehingga salah satunya biasanya akan berantakan.
"Setiap kita evaluasi ketika ada yang ambil KKP bersamaan dengan TPS selalu ada laporan yang bermasalah, entah TPS-nya yang tidak jalan, atau KKP-nya yang berantakan. Kecuali mata kuliah online, anda bisa standby (baca: siap sedia) di tempat kerja, itupun sebenarnya tidak boleh, anda harus fokus di tempat kerja," tambahnya.
Fifi mengatakan bahwa saat ini pihaknya telah melakukan pemetaan BKP, setelah pemetaan BKP selesai akan ada evaluasi dan rapat dengan dosen terkait untuk melihat kuota yang tersedia.
"Jadi yang berusaha kami lakukan sekarang, yang pertama adalah pemetaan BKP, kita lihat dulu berapa lama yang mau ambil BKP, karena kami mempersiapkan untuk mahasiswa yang semester 5 sudah bisa mengambil BKP, sehingga nanti di semester 6 mereka sudah bisa memprogramkan TPS, dan di semester 7 sudah bisa skripsi, jadi efektif, mereka bisa lulus lebih cepat," jelasnya.
Terkait dengan larangan lain untuk tidak memprogramkan TPS bersamaan dengan mata kuliah praktikum, Fifi menjelaskan bahwa hal ini agar mahasiswa lebih fokus untuk mengerjakan TPS-nya dan tidak terganggu dengan kegiatan-kegiatan praktikum.
"TPS harus fokus, kalian nanti sudah mengerjakan skripsi sebenarnya, kalau kalian praktikum, kalian akan cari testee (baca: peserta tes), bebannya lebih berat daripada yang non praktikum, jadi saya bilang silahkan kalian yang memprogramkan TPS untuk mengambil mata kuliah lain asal non praktikum, supaya kalian tidak terpecah perhatiannya," jelasnya.
Terakhir, Fifi menyampaikan bahwa pihaknya berusaha menjaga kualitas pembimbingan dan memastikan adanya perhatian penuh terhadap mahasiswa.
"Kami berusaha menjembatani antara dosen dengan mahasiswa, dosennya nyaman mengajar, siswanya nyaman belajar," tutupnya. (PHS)
Posting Komentar
Posting Komentar