Ilustrasi Psikologika "Dunning-Kruger Effect: Overestimate, Ketika Kita Tidak Tahu Seberapa Bodohnya Kita".
Sumber: Pinterest

Selama pandemi, media sosial di Indonesia dipenuhi dengan informasi dan pendapat tentang COVID-19, termasuk topik seputar vaksinasi. Banyak individu yang memiliki pemahaman medis yang terbatas atau bahkan tidak memiliki latar belakang medis, merasa yakin dalam memberikan saran kesehatan atau mengomentari efektivitas vaksin, tanpa pemahaman yang memadai tentang ilmu kedokteran. 

Fenomena ini disebut sebagai Dunning-Kruger Effect, di mana seseorang merasa memiliki pengetahuan dan kemampuan yang melebihi kapasitas sebenarnya. Untuk contoh kasus di atas seseorang tanpa latar belakang medis merasa yakin dalam memberikan komentar terhadap efektivitas vaksin, tanpa pemahaman yang memadai tentang ilmu kedokteran. Kekurangan kesadaran diri dan kemampuan kognitif yang terbatas mengarahkan individu untuk melebih lebihkan kemampuan mereka.

Konsep Dunning-Kruger Effect pertama kali dijelaskan oleh Psikolog David Dunning dan Justin Kruger dari Cornell University pada tahun 1999. Dunning dan Kruger berpendapat bahwa pengetahuan menghasilkan kemampuan dalam suatu bidang tertentu. Kemampuan tersebut sama pentingnya untuk mengevaluasi kemampuan dalam bidang tersebut, baik milik diri sendiri maupun orang lain.

Sebagai contoh, kemampuan untuk merangkai kalimat adalah keterampilan yang sama diperlukan untuk mengenali kalimat yang benar. Kemampuan ini juga dibutuhkan untuk mengidentifikasi kesalahan dalam kalimat.

Dalam penelitian mereka, Dunning dan Kruger menguji logika, tata bahasa, dan selera humor para peserta. Mereka menemukan bahwa mereka yang jawabannya berada di bawah rata-rata cenderung menilai jawaban mereka lebih tinggi dari rata-rata. 

Kenapa hal ini terjadi?

Dunning dan Kruger berpendapat bahwa fenomena ini berasal dari apa yang mereka sebut sebagai "Dual Burden". Orang-orang tidak hanya tidak kompeten; ketidakmampuan mereka menghalangi mereka untuk menyadari sejauh mana ketidakmampuan mereka tersebut. Orang yang tidak kompeten sering kali melebih-lebihkan tingkat kemampuan mereka, gagal mengenali keterampilan dan keahlian asli orang lain, dan kesalahan serta kurangnya keterampilan mereka sendiri.

Gagal dalam menganalisis atau menilai diri sendiri disebut sebagai metakognisi. Metakognisi adalah kemampuan untuk menganalisis atau mengevaluasi diri sendiri. Seseorang hanya mampu menilai diri mereka sendiri dari sudut pandang yang terbatas dan sangat subjektif. Dalam sudut pandang yang terbatas ini, mereka mungkin tampak sangat mahir, memiliki pengetahuan yang luas, dan lebih unggul dibandingkan dengan orang lain. Karena itu, ada saat-saat di mana individu mungkin mengalami kesulitan dalam mengembangkan pandangan yang lebih realistis tentang kemampuan mereka.

Cara mengatasi

Untuk mengatasi Dunning-Kruger Effect, masyarakat perlu secara teratur dan jujur mempertanyakan dasar pengetahuan dan kesimpulan mereka daripada menerima mereka dengan buta. Sebagaimana disarankan oleh David Dunning, individu dapat menjadi penentang bagi diri mereka sendiri dengan mengajukan pertanyaan dan meragukan pengetahuan mereka atau dengan berperan sebagai pengkritik yang membangun.

Individu juga dapat menghindari jebakan ini dengan mencari bantuan dari mereka yang lebih ahli di bidangnya untuk mengatasi kelemahan mereka, seperti meminta saran atau kritik yang konstruktif dari rekan-rekan atau teman. Terus meningkatkan pemahaman tentang suatu subjek juga akan membantu individu untuk lebih fokus dan jelas dalam kapasitas mereka. (TFR)

Referensi:

McIntosh, R. D., Fowler, E. A., Lyu, T., & Della Sala, S. (2019). Wise up: Clarifying the role of metacognition in the Dunning-Kruger effect. Journal of Experimental Psychology: General, 148(11), 1882.

Kruger, J., & Dunning, D. (1999). Unskilled and unaware of it: how difficulties in recognizing one's own incompetence lead to inflated self-assessments. Journal of personality and social psychology, 77(6), 1121.

Posting Komentar