Pamflet agenda pemilihan umum Kema FPsi UNM
Sumber: Dok. Tim KPU FPsi UNM


Psikogenesis, Senin (07/05)-Penjaringan Pemilihan Presiden Mahasiswa (Presma) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (Kema) Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Negeri Makassar (UNM) periode 2018-2019 sudah dimulai sejak Senin, (30/04) lalu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) .

Laode Irfan Herdiansyah, Presma BEM Kema FPsi UNM periode 2013-2014 angkat bicara mengenai bakal calon Presma. Menurutnya, calon Presma harusnya memiliki minimal tiga kemapuan untuk mencalonkan dirinya sebagai Presma kelak. Ia menjelaskan bahwa sebaiknya, calon Presma saat ini mengikuti proses yang terjadi satu atau dua tahunan belakangan, sehingga dia mampu mengetahui dan menutupi kekurangan yang ada. "Calon Presiden bisa menutupi celah atau kerja-kerja yang masih bolong di periode satu dua tahun belakangan," jelasnya.

Ia pun menlanjutkan bahwa seorang Presma pun harus memiliki basic wawasan dan pengetahuan tentang riset. "Karena itu yang akan dijadikan landasan pikirnya untuk buat program kerja nanti," tambahnya.

Dan terakhir, mahasiswa yang akrab disapa Ode ini mengutarakan terkait kedekatan Presma dan advokasi. Menurutnya, kerja-kerja advokasi yang dilakukan oleh BEM akhir-akhir ini kurang jelas dan lebih banyak berharap dari BEM Universitas. "Calon presma baiknya yang paham advokasi supaya kerja-kerjanya jelas," harapnya.

Lain halnya dengan Laode, Ronny selaku Presma BEM Kema FPsi UNM periode 2012-2013 ini menjelaskan bahwa kebanyakan model kepemimpinan yang terjadi di Kema FPsi UNM sendiri ialah oligarkis, dimana keputusan tertinggi diambil oleh pejabat-pejabat teras lembaga. Padahal, seharusnya seorang Presma mampu menerapkan model kepemimpinan yang empoweering, dimana semua sumber daya yang ada tidak hanya di internal BEM, tetapi aspirasi masyarakat Kema pun harus diperhitungkan.

Beberapa tahun terakhir ini pun, pola pengaderan untuk mencetak calon pemimpin justru lebih menitikberatkan pada ranah kognitif dan hampir melupakan satu hal penting, yakni komunikasi publik. Dewasa ini, proses penyampaian ke publik masih dianggap agak kurang. "Padahal itu poin krusial, selain kapasitas intelektual yang harus mumpuni. Karena ada usul yang sifatnya brilliant tapi justru ndak nyampe, jadinya ditolak," jelasnya.


Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa tugas dari seorang pimpinan itu ialah merencanakan, menjalankan, mengontrol, dan mengevaluasi kerja-kerja BEM meski yang mengeksekusi tetap kementerian terkait. Pimpinan pun juga harus memiliki visi dan berani mengambil resiko yang ada nantinya. (NRL)

Posting Komentar