Oleh: Siti Maryam Ramadani

“Aku berangkat dulu, Po”  mama memeluk tubuhku. Ah, dalam pelukannya selalu terselip kasih sayang. Aku tahu dia sangat menyenangi buluku yang hangat.
“Meong” iya ma, jawabku.
“Jaga  rumah ya, jangan dibuat berantakan. Kau tahu kan saat pulang kantor aku butuh istirahat, bukannya merapikan apa yang kau hamburkan” dielusnya kepalaku lembut, telingaku yang tadinya tegak ikut terhanyut elusan tangan mama, rasanya nyaman.
“Meong meongg” cepat pulang ma! Dan bermainlah denganku.
Mama tertawa kecil. Ia melepasku dan berjalan menuju pintu. Ketika mama berpakaian rapi, dia biasanya akan pulang saat sore hari, namun kadang juga ia sampai di rumah ketika malam. Aku harap hari ini dia akan cepat pulang.
“Meong” janji ya ma untuk cepat pulang. Aku mengikutinya berjalan sambil bermanja di kakinya, berharap mama akan mendengar permintaanku. Mama berusaha menjauhkanku dari kakinya, membiarkanku di dalam rumah. Mama pun pergi meninggalkanku hari ini, salah satu rutinitas yang di lakukannya hampir setiap hari. Ku pikir ia libur hanya 1 atau 2 hari dalam seminggu. Mama sibuk sekali, aku benci.
Sepertinya hari ini aku hanya akan tidur dan bermalas – malasan hingga mama pulang. Usiaku sudah 2 tahun kata mama, ia menemukanku tergeletak sendirian di dalam kardus, di dekat tempat sampah, karena pada dasarnya saat itu aku sudah dibuang. Aku masih begitu kecil saat itu. Aku pernah mendengar mama bercerita pada tetangga. Mereka selalu ingin menggendongku, terkadang juga mereka menyuruhku berpose selagi satu dari mereka memegang benda padat persegi panjang yang mengeluarkan kilat, aku membencinya juga. Tidak tidak..
Ku pikir, aku takut pada kilatannya. Membuat mataku rabun sekilas.
Buluku putih bersih tanpa bintik, mama bilang itu adalah anugrah untukku, sebab bulu putih inilah salah satu alasan mama menyukaiku. Ia tidak ingin buluku kotor saat aku habis bermain dengan kelinci di samping rumah, namanya cece. Aku tidak akan meceritakan bagaimana asal mula seekor kucing sepertiku bisa berteman dengan kelinci itu. Yang jelas, dahulu aku sangat suka melihatnya melompat ke sana kemari, membuat perhatianku teralihkan. Dan satu lagi, ia berwarna putih tanpa bintik sama sepertiku.
Setelah habis bermain, aku punya 2 ketakutan. Pertama mama akan marah dan kedua ia akan memandikanku, aku benci air. Aku selalu memberontak ketika mama  berusaha membasahi tubuhku, tapi mama selalu sabar dan memelukku hingga ia pun ikut basah. Kadang mama keras kepala, aku pun harus menggunakan cakarku karena merasa tidak nyaman, tapi mama tidak menyerah.
Aku ingin bermain, semua mainan menyenangkan bagiku, apalagi yang berbentuk bulat dan bergerak dengan cepat. Sayangnya permainan kesukaanku adalah ketika bermain bersama mama. Aku sedang malas untuk bermain dengan cece hari ini, apa hal ini disebut bosan? Meskipun temanku hanyalah cece, aku tidak berniat untuk mencari teman lain di luar sana. Aku tidak pernah pergi jauh dari rumah mama, hanya sekedar bermain di tetangga –rumah cece-. Alasannya, aku takut pada dunia luar akan berbeda dengan rumah mama sehingga aku tidak bisa beradaptasi. Ada banyak sekali kucing – kucing liar yang menyeramkan di luar sana dan aku hanyalah kucing rumahan yang pengecut.
Ada lagi hal yang aku takutkan di luar rumah juga adalah ketika berjumpa dengan orang – orang asing. Aku takut saat meminta makanan, mereka akan memukuliku ataupun melemparkan apa saja yang dapat mereka lempar untuk membuatku pergi. Aku takut, saat tidak bisa menemukan orang seperti mama yang penuh kasih sayang. Karenanya aku tidak ingin keluar rumah lebih jauh dan lupa akan jalan pulang.
Kalau dihitung, aku memang punya banyak ketakutan. Takut pada suara yang menggelegar dari langit ataupun langkah kaki. Seolah suara – suara itu datang hanya untuk menakutiku. Saat hujan lebat dan suara dari langit kembali menakutiku, mama selalu mengajakku untuk tidur bersamanya di dalam selimut.
Pernah suatu malam, saat kami bersembunyi dalam selimut mama bertanya akan banyak hal, “Po, apa kau mencintaiku?” “Po, bisakah kau mengerti apa yang aku katakan?” “Po, kenapa kau sangat cantik?” dan aku membalas sejumlah pertanyaan itu dengan bahasaku sendiri “meongg”.
Bercerita tentang mama membuatku rindu ingin segera melihatnya. Ku pikir sembari menunggu, aku akan tidur untuk beberapa jam. Aku terlelap tetap di depan pintu masuk rumah. Di atas kain lembut bercorak hitam putih yang khusus di sediakan mama untuk aku tidur.
**
Suara langkah kaki mendekat ke arah pintu, aku siaga. Ku awasi setiap gerak gerik dari ganggang pintu yang bergerak.
“Po?” mama menengok ke dalam rumah.
“meong” aku menghampirinya setengah berlari. Mama megelus badanku dengan bersemangat sambil tersenyum.
“Lelahku selalu terobati karenamu po” mama terlihat bahagia, memelukku dengan erat dan berguling bersamaku di lantai. Aku senang mama pulang cepat hari ini dan menyempatkan diri bermain denganku.
Setelah ku pikirkan, ada satu lagi ketakutanku. Mungkin saja yang paling menakutkan, Apabila suatu saat nanti mama tidak lagi menyayangiku. Dan aku tidak lagi menemukan yang seperti mama.

Posting Komentar