Tahun 2012 menjadi babak baru wajah pendidikan Indonesia dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Undang-Undang yang lahir dari kegalalan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Salah satu produk baru UU Dikti ini yakni pembayaran biaya kuliah melalui sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Melalui surat edaran DIKTI Nomor 97/E/KU/2013 perihal Uang Kuliah Tunggal, mulai angkatan 2013 mahasiswa menggunakan sistem pembayaran UKT bukan lagi menggunakan sistem pembayaran Sumbangan Pembayaran Pendidikan (SPP). Pada pasal 76 ayat 3 dan pasal 85 ayat 2 UU Dikti diterangkan bahwa Perguruan Tinggi atau penyelenggara Perguruan Tinggi menerima pembayaran yang ikut ditanggung oleh Mahasiswa untuk membiayai studinya sesuai dengan kemampuan Mahasiswa, orang tua Mahasiswa, atau pihak yang membiayainya.
UKT kembali diperjelas pada Permesristekdikti Nomor 39 Tahun 2016 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Dalam pasal 1 (6) bahwa Uang Kuliah Tunggal yang selanjutnya disingkat UKT adalah sebagian BKT yang ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. Kemudian diperjelas lagi dalam pasal 3 (1) bahwa UKT terdiri atas beberapa kelompok yang ditentukan berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya. Karena UKT mengaju pada kondisi perekonomian yang artinya fluktuatif, maka konsekuensi logisnya adalah UKT dapat berubah pula sesuai kondisi kemampuan perekonomian.

Pemberlakuan UKT mulai tahun 2013 hingga sekarang menuai berbagai macam kritikan. Komponen UKT yang berasal dari Biaya Kuliah Tunggal (BKT) yang dituangkan dalam unit cost disusun berdasarkan besaran kebutuhan perkuliahan mahasiswa dari semester 1 hingga semester 8. Walaupun pembagian 8 semester ini tidak tercamtum dalam Permenristekdikti Nomor 39 Tahun 2016, pembagian ini merupakan perhitungan dari 144 total minimal sks yang harus dilulusi mahasiswa untuk sarjana setiap sksnya disusun dalam rentang semester 1 hingga semester 8. Ketidakjelasan penyusunan komponen biaya kuliah berdampak salah satunya mengenai pembayaran UKT di atas semester 8 bagi program sarjana dan di atas semester 6 bagi program diploma.

Asumsi yang dibangun adalah mahasiswa dapat menyelesaikan perkuliahan dalam jangka waktu tersebut. Patut dicermati bahwa tidak semua mahasiswa mampu menyelesaikan perkuliahan dalam jangka waktu sesuai asumsi yang dibangun. Masalah yang timbul yakni apabila mahasiswa telah melewati semester 8 untuk program sarjana dan semester 6 untuk program diploma harus menanggung penuh besaran UKT yang dibebankan.

Jumlah mahasiswa di Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar untuk angkatan 2013 saat ini tercatat 136 mahasiswa. Rata-rata kelulusan mahasiswa F.Psi UNM lebih dari 4 tahun sehingga kecenderungannya mahasiswa angkatan 2013 akan masuk pada semester 9 sangat besar. Terlebih ketika melihat saat ini kurang lebih baru sekitar 20 mahasiswa yang baru mendapatkan dosen pembimbing dan 10 diantaranya mahasiswa telah seminar proposal. Artinya mahasiswa akan kembali membayar UKTnya pada semester 9 dengan sebagian besar mahasiswa sudah tidak menjalankan perkuliahan yang padat seperti semester 1 hingga 8.
Sebagai contoh, X adalah mahasiswa program studi Psikologi mendapat UKT sebesar Rp. 3.500.000 (golongan 4). Memasuki semester 9 mata kuliah yang diiukti hanya tersisa skripsi. Apabila X sudah tidak mengikuti perkuliahan sebagaimana pada semester 1 sampai 8, apakah X harus membayar penuh UKT yang dibebankan. Pun kemudian masih ada mahasiswa yang masih mengambil beberapa sks pada semester semester 9, seharusnya ada penghitungan ulang ataupun formulasi mengenai beban UKT yang harus dibayarkan oleh mahasiswa yang belum menyelesaikan studi berdasarkan unit cost pembagi UKT yakni semester 8 untuk program sarjana dan semester 6 untuk program diploma.

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai ketidakjelasan nominal UKT bagi mahasiswa yang telah melewati semester 8 bagi program dan semester 6 bagi program diploma, maka BEM Kema F.Psi UNM menyatakan:

1.      Mendesak Pimpinan Universitas Negeri Makassar untuk melakukan peninjauan ulang besaran UKT yang tidak diatur di Permenristekdikti bagi mahasiswa yang telah melewati semester 8 bagi program dan semester 6 bagi program diploma sebelum masuk waktu pembayaran UKT berakhir.

2.      Mendesak Pimpinan Universitas Negeri Makassar untuk mengajukan revisi terkait Permenristekdikti tentang UKT sehingga adanya aturan yang mengatur UKT mahasiswa di atas semester 8 bagi program sarjana dan di atas semester 6 bagi program diploma.
Karena ketidakjelasan mengenai solusi UKT bagi mahasiswa di atas semester 8 bagi program sarjana dan di atas semester 6 bagi program diploma maka BEM Kema F.Psi UNM menawarkan solusi kepada Pimpinan Universitas Negeri Makassar yakni:

1.      Mahasiswa diturunkan nomimal UKT yang dibebankan menjadi golongan 1 (Rp. 500.000) sesuai dengan lampiran 1 Permenristekdikti Nomor 39 Tahun 2016 dengan syarat khusus bagi mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsi/tugas akhir dan mengambil mata kuliah maksimal 6 sks.

2.      Mahasiswa tetap pada besaran nominal UKT yang dibebankan akan tetapi mahasiswa hanya membayar 50% dan 50% ditanggung oleh pihak Universitas atau menurunkan UKT mahasiswa sebesar 50% dari besaran UKT yang dibebankan.


Keterangan: Tulisan ini merupakan hasil kajian mengenai Uang Kuliah Tunggal (UKT) oleh BEM Kema F.Psi UNM Periode 2016-2017. Untuk mengunduh file silahkan kunjungi link berikut ini :  http://bit.ly/2qy7miD

Posting Komentar