Ilustrasi nonton drama Korea
Sumber: fajar.co.id

Psikogenesis, Kamis (31/01)-Waktu luang seringkali digunakan banyak orang untuk mencari aktivitas yang menghibur guna melepas penat. Tidak sedikit orang yang menggunakan waktu luang tersebut hanya bersantai di rumah sembari memanjakan diri dengan tontonan di layar kaca. Banyak orang turut memanfaatkan pesatnya teknologi masa kini dengan mengakses situs film streaming untuk menikmati tontotan yang lebih luas. Salah satunya Drama Korea, tontonan populer yang tidak hanya bergengsi di negeri ginseng ini, melainkan, telah merambat ke negara-negara besar, termasuk Indonesia. 

Drama Korea adalah drama televisi di Korea dengan format miniseri dan diproduksi dengan bahasa Korea. Drama Korea atau yang biasanya disingkat dengan drakor ini, menyajikan alur cerita dengan berbagai genre sehingga menarik minat penonton dari berbagai kalangan. Popularitas drakor ini telah berkontribusi pada fenomena umum dari Hallyu atau yang lebih dikenal sebagai Korean Wave, yaitu istilah tersebarnya budaya pop Korea secara global di berbagai negara dan memicu orang-orang di negara tersebut untuk mempelajari Bahasa Korea dan kebudayaan Korea.

Kecanduan Drama Korea Ditinjau Dari Psikologis

Dilansir dalam CNN Indonesia, Mira Amir, seorang Psikolog menyampaikan bahwa kecanduan akan suatu hal, termasuk menyaksikan drama Korea dapat kemungkinan disebabkan oleh hormon dopamine, salah satu zat kimia di otak (neurotransmiter) yang berperan mempengaruhi emosi, gerakan, sensasi kesenangan dan rasa sakit.

"Dalam batasan tertentu cukup menyehatkan, tapi kemudian jika tidak terkontrol justru membentuk perilaku kecanduan," katanya.

Mira mengungkapkan bahwa hal tersebut dapat terjadi karena ada daya tarik dan unsur kedekatan.

"Biasanya yang paling mudah, apa yang disaksikan orang dari drama Korea karena pemainnya cakap, suasananya dibangun menyenangkan, dan itu mengaktifkan stimulasi ke hormonnya. Afeksi emosionalnya meningkat, karena dilibatkan secara emosi. Ketika emosi ditampilkan (baca: dalam drama), dia (baca: penonton) merasa itu menjadi representasi dari dirinya. Permasalahan di drama seolah jadi perpanjangan dirinya," ungkap Mira.

Ia turut menjelaskan bahwa kondisi tersebut adalah wajar karena pada dasarnya hiburan menjadi salah satu kebutuhan bagi tiap manusia. Hanya saja, yang berbahaya jika itu telah menjadi suatu bentuk candu.

"Hiburan itu bentuknya macam-macam ya, ada seni, mainan, atau olahraga. Dan itu perlu waktu yang seimbang dengan istirahat serta produktivitas pekerjaan. Kalau buat enggak tidur 24 jam, enggak makan, itu kegiatan yang bermasalah," jelasnya.

Dampak Buruk Terlalu Candu Drakor

Diwartakan oleh Kompas, seorang perempuan berusia 20 tahun asal Nanjing, didiagnosa menderita glaukoma akut dan kemungkinan besar menjadi buta apabila terlambat dibawa ke rumah sakit, setelah menghabiskan waktunya untuk menonton 18 episode drama Korea secara maraton dengan waktu per episode berdurasi urang lebih satu jam. 

Selama 18 jam, perempuan itu tidak melakukan apapun selain makan, tidur dan menyaksikan 16 episode Cheese In the Trap dan dua episode Descendants of The Sun. Alhasil, perempuan itu merasakan sakit luar biasa di kedua matanya dan penglihatannya menjadi kabur sebelum keesokan harinya, dilarikan ke rumah sakit.

Tidak hanya kasus itu, kasus lainnya terjadi pada tahun 2014. Seorang perempuan tewas terkena serangan jantung setelah tidak tidur hanya untuk menyaksikan drama Korea My Love From the Stars.

Kekurangan terkadang menimbulkan ketidakpuasan, namun berlebihan terkadang membawa kerugian. Alangkah baiknya, apabila kita menikmati sesuatu pun turut diberi batasan agar tidak memberi dampak yang tidak diinginkan pada diri kita. Seperti halnya menonton Drama Korea, mencari hiburan dengan menonton Drama Korea terkadang diperlukan bagi penikmatnya. Namun, jangan sampai hiburan tersebut berujung pada penyesalan. (SI)

Posting Komentar