Pada awal Desember 2016, Komisi III DPR RI melakukan raker dengan Polri dan Kejagung. Kasus Ahok mendominasi jalannya dialog selama dua hari itu.
Sumber: Dok. SINDOphoto

Psikogenesis, Kamis (31/01)-Sejak Basuki Tjahaja Purnama atau yang sering dikenal dengan nama Ahok, dijatuhi vonis penjara selama 2 tahun oleh hakim akibat dianggap menistakan agama islam, terdapat banyak kritikan yang dilakukan oleh sejumlah masyarakat dari dan dalam negeri.

Seperti yang dilansir dari bbc.com mengenai seruan badan internasional pada kasus Ahok, bahwa terdapat beberapa lembaga yang berasal dari luar negeri yang memberikan pendapat pada kasus penistaan agama tersebut. Salah satu lembaga tersebut adalah Amnesty Intenational yang berkantor pusat di London, Inggris. Menurut mereka, vonis yang diberikan kepada Ahok merupakan salah satu tindakan yang menodai reputasi Indonesia dalam toleransi beragama.

Champa Peter pasca penetapan vonis hukuman 2 tahun penjara kepada Ahok oleh majelis hakim yang bersangkutan mengungkapkan kekecewaannya terhadap penegakan hukum di Indonesia. “Vonis itu memperlihatkan ketidakadilan yang melekat dalam undang-undang penistaan di Indonesia yang seharusnya segera dicabut,” tandasnya.

Majelis hakim yang menangani perkara penistaan agama oleh tersangka Ahok tersebut menjatuhkan vonis 2 tahun penjara kepada Ahok, padahal sebelumnya jaksa hanya menuntut masa hukuman 1 tahun penjara untuk masa percobaan 2 tahun. Selain itu, data yang dipaparkan oleh Amnesty Internasional menunjukkan bahwa di periode tahun 2005 hingga 2014, terdapat 106 orang yang terjerat pasal penistaan agama. Jumlah ini sangat banyak jika dibandingkan dengan masa kepemimpinan Soekarno hingga Soeharto, karena pada masa mereka tersebut terhitung sebanyak 10 orang yang menjadi terdakwa oleh pasal yang mengatur tentang penistaan agama tersebut.

Tidak hanya Champa Peter yang memberikan tanggapan terkait kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok. Phelim Kineselaku wakil direktur divisi Asia dari lembaga Human Right Watch juga mengungkapkan perasaan kecewanya terhadap penegakan hukum di Indonesia. “Undang-undang penistaan agama sudah digunakan untuk mendakwa dan memenjarakan anggota-anggota dari kelompok agama minoritas dan tradisional,” ungkapnya.

Tidak hanya kedua lembaga tersebut yang memberikan tanggapan terhadap kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok, tetapi Kantor Hak Asasi PBB untuk kawasan Asia Tenggara juga memberikan tanggapan melalui ciutan di twitter.com. “Kita prihatin atas hukuman penjara gubernur #Jakarta karena penistaan agama #Islam. Kita panggil #Indonesia untuk mengulas hokum penistaan agama,” ungkapnya dikutip dalam BBC Indonesia. (AK)


Posting Komentar