Pemberian sertifikat oleh Amal selaku pihak sponsor dalam kegiatan Presidential Debate Reaction yang dilaksanakan oleh SPSC di Hotel La'riz lt.8, Sabtu (19/01).
Sumber: Dok. LPM Psikogenesis

Psikogenesis, Senin (21/01)–Pakar Hukum dan Advokasi dalam kegiatan Presidential Debate Reaction yang diadakan oleh Social Psychology Study Club (SPSC) di Hotel La'riz lt. 8, Sabtu (19/01) lalu, menilai bahwa kedua pasangan calon (paslon) calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) secara pribadi tidak memahami dinamika hukum yang berlaku di Indonesia. 

Mikel Kelvin selaku Pakar Hukum dan Advokasi yang menjadi pemantik dalam kegiatan tersebut mengungkapkan, debat I yang diadakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), menunjukkan bahwa kedua paslon belum memahami sisi normatif, sosiologis dan filosofis dari hukum di Indonesia. “Hukum kita tidak hanya terkait peraturan perundang-undangan tetapi juga terkait budaya hukum kemudian bagaimana aspirasi masyarakat yang juga adalah dasar dari implementasi hukum,” ungkap pria yang akrab disapa Kelvin ini.

Dalam debat I tersebut, bagi Kelvin, semua tema yang diberikan oleh KPU sudah tentu memiliki keterkaitan dengan hukum yang ada di Indonesia. Namun, ia merasa sedikit kecewa karena pemaparan yang dilakukan oleh kedua paslon sama sekali tidak menyinggung isu-isu hukum. "Seperti over kapasitas di lapas, penguatan KPK (baca: Komisi Pemberantasan Korupsi), bagaimana kasus terror terhadap penyidik KPK, lalu isu-isu pelanggaran HAM (baca: Hak Asasi Manusia) berat yang sama sekali tidak dibahas,” tandasnya. 

Selanjutnya, Kelvin berharap agar di debat-debat selanjutnya, kedua paslon tersebut dapat memaparkan hasil pemikiran mereka sendiri dan tidak bergantung pada hasil pemikiran para konsultan terhadap suatu isu. “Agar kita tahu bahwa pola pikir mereka akan mengantar mereka pada kebijakan seperti apa ketika mereka berkuasa nanti,” tutupnya. (AK)

Posting Komentar