Tampilan power point pada pemaparan materi oleh Muh. Rhesa dalam sharing session BEM Kema FPsi UNM, Minggu (07/06).
Sumber: Dok. LPM Psikogenesis 

Psikogenesis, Senin (08/06)-Sharing session yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (Kema) Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Negeri Makassar (UNM) menghadirkan Muh. Rhesa selaku Dosen Psikologi Sosial dan Politik FPsi UNM dengan tema diskusi “Black Live Matters: Racism, How Can it Happening?” pada Minggu (07/06) melalui Google Meet.

Dosen yang akrab disapa Rhesa ini menjelaskan pandangan umum mengenai rasisme. Rasisme merupakan paham yang meyakini bahwa kelompok ras tertentu memiliki kemampuan yang lebih baik dibanding kelompok yang lain. Memiliki Intelligence Quotiens (IQ) yang lebih tinggi, budaya yang lebih baik, peradaban yang lebih tinggi, sehingga kelompok rasis merupakan kelompok yang bersifat superior.

"Karena dia kelompok superior, maka dia berhak atau memiliki kemampuan yang bagus untuk mengatur ras yang lain," jelasnya.

Selanjutnya Rhesa juga memaparkan empat dinamika psikologis yang dapat melanggengkan rasisme.

“Yang pertama adalah prasangka, yang kedua adalah dominasi sosial, justifikasi sosial, dan three violence (baca: tiga kekerasan)," paparnya.

Rhesa menerangkan bahwa individu atau kelompok akan memiliki prasangka yang tinggi bila terdapat situasi kompetitif di antara individu atau kelompok.

“Karena ada bias in group terhadap out group. Selalu menganggap kelompok diri lebih bagus kualitasnya dibanding kelompok lawan, karena itu kelompok lawan harus dihabisi," terangnya.

Selanjutnya, Rhesa menjelaskan bahwa dominasi sosial yang dimiliki oleh penguasa akan selalu dipertahankan dengan cara menjatuhkan ras lain.

“Orang yang sedang berkuasa (baca: ras kulit putih), itu selalu berusaha untuk mempertahankan dominasi kekuasaannya dan berusaha untuk meng-cut (baca: memotong) atau memblokade pencapaian sumber daya yang bisa dilakukan oleh kelompok lain. Kelompok lain yang dimaksud di sini oleh Afro-Amerika atau kulit hitam yang ada di Amerika Serikat," tuturnya.

Sementara itu, justifikasi sosial merupakan pembenaran-pembenaran yang dilakukan oleh satu kelompok sehingga keputusan yang diambil menjadi benar atau wajar.

“Justifikasi sosial itu pro terhadap status quo. Jika sudah terlanjur posisinya misalnya pada satu kelompok tertentu sebagai budak misalnya, sedangkan ada satu hal, satu kelompok sebagai penguasa, maka dia relatif dipertahankan,” ungkapnya.

Sedangkan three violence yang dikemukakan oleh Johan Galtung terdiri atas 3 bentuk kekerasan, yaitu kekerasan langsung, kekerasan budaya, dan kekerasan struktural.

“Kulit hitam selalu ditempatkan sebagai budak misalnya karena terlanjur datang ke Amerika sebagai budak, maka itu akan jadi sebuah kekerasan budaya yah. Apa yang kita saksikan kepada George Froyd, itu adalah kekerasan secara langsung. Apa yang dicetuskan oleh seorang akademisi dan agamawan yah, bahwa kekerasan itu sah dilakukan jika yang dikerasi adalah kulit hitam, itu kekerasan struktural," tutupnya. (P)

Posting Komentar