Salah satu spanduk aksi protes yang dipasang oleh BEM UNM di depan Gedung Pinisi UNM. 
Sumber: Dok. BEM UNM 

Salah satu isu hangat yang tengah diperjuangkan oleh mahasiswa adalah tentang "Gratikan Uang Kuliah Tunggal  (UKT) semester depan" baik Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Indonesia, tak terkecuali di Universitas Negeri Makassar (UNM) sendiri. Hal pokok yang melatarbelakangi gerakan ini tak lepas dari pembacaan kondisi sekarang, yakni pandemi COVID-19. 

Ditengah pandemi COVID-19 saat ini, tentunya kita ketahui bersama bahwasanya kegiatan-kegiatan mahasiswa maupun pelajar sedikit banyak dilakukan diluar kampus/sekolah. Terlebih pada saat mulai diterapan work from home, social distancing dan physical distancing, sampai diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dari hasil pegkajian mahasiswa, khususnya kampus di Universitas Negeri Makassar (UNM), mereka berasumsi bahwa terdapat banyak sisa anggaran yang tidak diguakan oleh kampus karena pandemi (baca: SulselPoint.com).

Tak hanya demikian, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Februari 2020 kemarin, “Jumlah pengangguran di Indonesia mengalami kenaikan sebanyak 60 ribu orang jika dibandingkan tahun lalu, yakni 6,88 juta”. Kabar terbaru yang diperoleh dari Kementrian Ketenagakerjaan “Sekitar 2.084.593 karyawan yang dirumahkan dan diPHK dari sektor Formal akibat COVID-19. Jika ingin dibandingkan dengan sektor informal (UMKM, Ojol, dll), yang mayoritas menyerap banyak pekerja di Indonesia (sekitar 56%), tercatat sekitar 538.385 orang yang kehilangan pekerjaan disektor tersebut”. Sedangkan dari sektor pertanian dan peternakan sendiri, tak jauh berbeda dengan sektor-sektor yang lain. Terjadi over produksi (hasil panen yang melimpah, permintaan menurun secara drastis), tenaga kerja yang amat sulit didapatkan untuk panen dan masa tanam, dan harga yang secara drastis anjlok hingga 200%. Tak hanya itu, meskipun ada Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari pemerintah, namun tak membantu menyelesaikan apa yang menjadi problem rakyat (baca juga: tirto.id). Dari hasil riset BEM UNM sendiri, terdapat sekitar 83% orang tua mahasiswa yang mengalami penurunan pendapatan secara signifikan.

Di Universitas Negeri Makassar (UNM) sendiri, mahasiswa beberapa kali melakukan bentuk pengawalan terhadap isu terkait, mulai dari aksi online, aksi bisu, aksi pembentangan spanduk pada gerbang dan gedung pinisi, serta terakhir aksi tuntutan, Senin (08/06/2020). Dari bentuk pengawalan yang mereka lakukan, tidak sedikit dari mereka yang mendapatkan intervensi, baik itu dilakukan oleh para pegawai staf maupun para birokrasi kampus.

Terhitung sejak dilakukannya aksi bisu, pembentangan spanduk yang berujung aksi kejar-kejaran, dituding sebagai orang bayaran, dan diteriakinya mereka sebagai pencuri. Tak hanya demikian, pasca aksi terakhir, beberapa mahasiswa juga mendapat intervensi dari para pimpinan. Ada yang diintervensi lewat "Pembimbing Akademik" sampai pada intervensi yang dilakukan lewat orang tua mahasiswa.

Jadi perlu kiranya, yakni institut pendidikan dalam ha ini, kembali pada esensi yang seharusnya. Sebagai salah satu lembaga/wadah pencipta generasi penerus bangsa yang tidak hanya memiliki integritas, namun juga kritis. Perlu diingat, kesemuanya bukan hanya perkara kurikulum, namun juga lebih kepada bagaimana para pengelola kebijakan diinstansi pendidikan tersebut, lebih bijak, dan lebih mampu mengelola setiap bentuk dari hasil nalar kritis mahasiswa.

*Ditulis oleh Risal Apandi

Posting Komentar