Forum Psikologi (Fosil) BEM Kema FPsi UNM dengan tema "Trust and Mistrust di Tengah Pandemi" yang berlangsung melalui Google Meet, Sabtu (13/06).
Smber: LPM Psikogenesis
Psikogenesis, Minggu (14/06)-Badan Ekskutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (Kema) Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Negeri Makassar (UNM) menyelenggarakan Forum Psikologi (Fosil) tema “Trust and Mistrust di Tengah Pandemi” dengan Anhar Dana Putra dan Mikel Kelvin selaku pemateri melalui Google Meet pada Sabtu (13/06). 

Anhar menjelaskan bahwa pemerintah sekarang diuji kompetensinya mengelola negara. Terdapat beberapa faktor kunci yang menentukan pemerintah dalam pertarungan melawan Coronavirus Disease (COVID-19). Faktor-faktor tersebut yaitu early action atau tindakan yang cepat tanggap, transparansi atau kemampuan pemerintah untuk menyampaikan masalah dan keadaan negara atau kondisi daerah dengan transparan, teknologi, serta koordinasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, juga sektor privat seperti bisnis. Anhar pun menilai bahwa Pemerintah Indonesia kurang dalam empat faktor tersebut. 

“Akhirnya masyarakat menganggap pemrintah plinplan sehingga untuk menurut kepada pemerintah (masyarakt) bimbang juga," jelasnya. 

Anhar juga menjelaskan faktor psikologi yang berpengaruh dalam keadaan pandemi ini. Menurutnya masyarakat mengalami bias kognitif. Pertama adalah optimism bias, yakni kecenderungan orang untuk optimis secara berlebihan.

“Banyak orang-orang tetap nongkrong, mungkin ada orang-orang yang mikir COVID nda bahaya untuk dia,” terangnya.

Bias kognitif yang kedua adalah proportionality bias, yaitu kecenderungan seseorang untuk menganggap bahwa sesuatu yang besar disebabkan oleh sesuatu yang besar pula.

“Akhirnya manusia cenderung percaya dengan teori konspirasi karena menjelaskan dalam narasi yang sangat besar," ujarnya. 

Selain itu adapula psychological reactan atau reaktansi, yaitu kecenderungan manusia untuk merasa bahwa kebebasannya direnggut ketika diperintah sehingga perilaku yang muncul adalah sebaliknya.

“Khususnya remaja, mereka paling rentan melakukan reaktansi. Disuruh misalnya tidak boleh ini tidak boleh itu, justru perilaku yang muncul adalah perlawanan karena dia merasa bahwa kebebasannya direnggut oleh pemerintah," pungkasnya. (IAS)

Posting Komentar