Sumber: jabar.tribunews.com

Dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain ternyata dinilai tidak begitu pandai oleh sebagian masyarakat di daerah terpencil dan perbatasan. Kenapa? Karena pelayanan kesehatan yang tidak merata di seluruh pelosok nusantara dan sulitnya mendapatkan fasilitas kesehatan di daerah terpencil dan perbatasan sehingga si pelayan kesehatan dinilai buruk oleh masyarakat ekonomi kelas bawah.

Sebagian masyarakat di daerah terpencil dan perbatasan yang sedang sakit lalu sulit menemukan layanan kesehatan maka mereka akan berobat dengan cara pergi ke dukun yang mereka istilahkan sebagai "Orang Pintar" dan dianggap lebih mampu menyembuhkan penyakit yang tidak kunjung sembuh. Masyarakat juga merasa dukun lebih mudah ditemukan dibanding tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat. Pengobatan ke dukun juga lebih dipilih masyarakat karena tidak memerlukan biaya dan pengurusan administrasi yang begitu rumit seperti di rumah sakit atau puskesmas. Mereka hanya datang, menceritakan penyakit mereka, meminta doa ataupun obat dan tidak mengurus administrasi apapun. Jadi, jika masyarakat memberi gelar "Orang Pintar" pada seorang dukun seperti bapak tua atau ibu nyai, lalu gelar apa yang cocok untuk si bapak dokter atau ibu perawat? "Orang Bodoh"?.

Menurut data yang didapatkan oleh Forum Dharmasraya Sehat, forum binaan Dinas Kesehatan dan Bappeda, 40 persen masyarakat masih berobat ke dukun, karena pengaruh dukun masih kuat. Pemimpin tertinggi desa tersebut, Dirsal Datuak, mengatakan masyarakat yang sakit pasti berobat ke dukun dulu, apalagi jika sakitnya hanya demam, sakit perut dan sakit kepala. Masyarakat di Sumatera Barat ini masih sangat percaya dengan dukun dan bahkan dalam suatu kampung ada seorang yang dinobatkan sebagai dukun kampung. Kemampuan dukun untuk menyembuhkan penyakit dengan memanfaatkan dedaunan dan hasil alam membuat masyarakat lebih memilih ke dukun dibanding membeli obat dari resep dokter yang harganya luar biasa. 

Dalam suatu kasus di Yogyakarta, seorang dokter menyaksikan sendiri bagaimana masyarakat mengalihkan pasien dari dokter spesialis kepada dukun. Dokter tersebut begitu heran kenapa pasien yang telah di diagnosa medis menderita malaria dilarikan kepada dukun. Dokter ini berpikir tanpa sekolah panjang saja si bapak dukun ini dapat meramalkan dan mengobati penyakit sedangkan seorang dokter atau perawat harus menjalani pendidikan yang tinggi agar bisa menjadi tenaga kesehatan yang dapat bermanfaat. Pantas sekali si dukun  diberi gelar "Orang Pintar" dibandingkan para dokter dan perawat.

Banyaknya orang berobat ke dukun karena kurangnya pelayanan kesehatan di daerah tersebut. Menurut WHO, tenaga kesehatan di Indonesia terus membaik dalam jumlah, kualitas, dan penyebarannya tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di seluruh wilayah terutama di daerah terpencil, juga kebijakan pemerintah daerah termasuk kondisi geografis antar daerah mengurangi minat tenaga kesehatan untuk ditempatkan di daerah tersebut. WHO juga mengatakan perpindahan tenaga kesehatan dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan atau dari fasilitas kesehatan milik pemerintah ke swasta, atau bahkan keluar negeri telah membebani sistem kesehatan saat ini. Jadi, pelayan kesehatan memang masih sulit ditemukan di beberapa daerah terpencil karena kurangnya sumber daya manusia dalam bidang kesehatan.

Langkanya dokter dan tenaga kesehatan lain yang berminat ditempatkan di daerah terpencil menjadi penyebab sulitnya mewujudkan pelayanan kesehatan yang adil dan merata, pelayanan adil dan merata itu tidak ada pembatas walaupun itu kota atau daerah terpencil tenaga kesehatan harus siap karena masyarakat harus mendapatkan hak yang sama akan kesehatan. Pelayanan kesehatan tetap harus jalan dan tidak boleh berhenti karena kurangnya tenaga medis, karena masyarakat tidak mau tahu dan tidak akan tinggal diam jika mereka tidak mendapatkan hak mereka dan lebih memilih jalan lain seperti berobat ke dukun, dan akhirnya tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat dipandang buruk oleh mereka karena dianggap tidak mampu memberikan pelayanan kesehatan yang cukup. Namun, biasa juga ada masalah lain, dimana salah satu tenaga kesehatan melakukan malpraktik dan masyarakat melaporkannya, biasanya tenaga kesehatan seperti dokter yang bertindak sebagai penanggung jawab medis terkadang mengelak dan malah menyalahkan pelaksana yang melakukan tindakan tersebut, nah pelaksana yang melakukan tindakan juga tidak ingin disalahkan karena dasar penugasan dan penempatannya sebagai pengganti dokter jelas dari rumah sakit dan surat dari kepala rumah sakit. Jika ini terjadi, maka antara medis dan paramedis masing-masing mengklaim pembenarannya dan semuanya berujung pada kepala rumah sakit karena baik dokter maupun perawat di bawah tanggungan kepala rumah sakit yang menugaskan mereka.

Jadi, jika dari awal telah memilih untuk menjadi tenaga kesehatan semestinya harus selalu siap bertanggung jawab, harus berani menerima resiko, harus bisa menerima kritikan, dan tentunya bersedia ditempatkan di daerah manapun agar pelayanan kesehatan dapat adil dan merata, toh masyarakat di daerah terpencil juga tidak akan memilah-milah kalian untuk siapa yang akan menjadi dokter dan perawat mereka. Sebagai tenaga kesehatan juga harus bisa membangun kepercayaan pada masyarakat bahwa kita mampu memberikan pelayanan kesehatan sesuai yang mereka butuhkan. Jadi gelar "Orang Pintar"nya sudah bisa diberikan kepada tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat, bukan lagi diberikan kepada si dukun bapak tua atau semacamnya.

*Opini ditulis oleh Wildana

Posting Komentar