Buku "Consent on Campus, a Manifesto", Karya Donna Freitas.
Sumber: Pinterest

A. Fraya Sashikirana A. F Fraayaa5801@gmail.com

Saat ini, pelecehan seksual sedang marak terjadi dan menjadi rahasia umum yang sengaja dilupakan. Pada tahun 2016, Lentera Sintas Indonesia dan Magdalene.co melakukan survey secara daring dan menemukan hasil bahwa 93 persen penyintas kekerasan seksual tidak melaporkan kasusnya. Pada 13 Februari hingga 28 Maret 2019, telah dibuka formulir testimoni secara online yang dapat diakses dan disebar oleh publik, dari formulir itu, didapatkan 207 testimoni kekerasan seksual, dan 174 diantaranya merupakan kasus yang berhubungan dengan institusi perguruan tinggi. Tidak hanya sekali, beberapa dari mereka mengalami kekerasan seksual berulangkali. Dari formulir ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kasus pelecehan seksual terjadi dalam lingkup kampus dan di luar kampus tetapi tetap dalam acara resmi seperti dalam proses magang, KKN, kelembagaan, dan acara kemahasiswaan lainnya.

Bentuk kekerasan seksual yang paling sering dialami para penyintas adalah pelecehan seksual. Terdapat 129 penyintas merupakan korban pelecehan seksual dan mengatakan bahwa mereka pernah dilecehkan, 30 penyintas mengalami intimidasi seksual dan 13 penyintas menjadi korban pemerkosaan. 

Pada 18 April 2021, Tim Lembaga Pers Mahasiswa Estetika menyebar kuisioner online yang diisi oleh 38 responden yang merupakan mahasiswa Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) Universitas Negeri Makassar (UNM). Hasil survey menunjukkan sebanyak 89,5% responden mengaku pernah melihan pelecehan seksual di kampus, 7,8% mengaku teman terdekatnya mengalami pelecehan seksual di lingkungan kampus, dan 92,2% penyintas kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan kampus mengisi langsung survey tersebut, sedangkan 10,5% mengaku tidak pernah melihat atau mengetahui adanya pelecehan seksual di lingkungan kampus.

Semakin maraknya pelecehan seksual di lingkungan kampus disebabkan oleh kurangnya wadah yang aman untuk para penyintas, maka dari itu perlu adanya revitalisasi untuk menghidupkan kembali aturan kemahasiswaan terkait pencegahan dan mengatasi pelecehan seksual.

Dalam Pedoman Kemahasiswaan, Institut Pendidikan Indonesia (2018) Bab I “Ketentuan Umum” Pasal 1, dijelaskan bahwa aturan kemahasiswaan atau pedoman kemahasiswaan yang merupakan seperangkat aturan dan petunjuk resmi yang dikeluarkan oleh Institut Pendidikan Indonesia mulai dari koordinasi, kedudukan, larangan, serta sanksi yang sesuai dengan hirarki peraturan dan ketentuan yang berlaku, untuk dijadikan sebagai acuan, rujukan, dan landasan dalam melaksanakan seluruh kegiatan kemahasiswaan.

Secara umum, pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang mengarah pada hal-hal seksual yang dilakukan secara sepihak sehingga menimbulkan reaksi negatif pada diri individu yang menjadi korban dari pelecehan seksual.

Pelaku pelecehan seksual di dunia kampus sangat beragam, mulai dari dosen, mahasiswa, hingga staf di kampus. Dalam Tirto.id “Testimoni Kekerasan Seksual” Mahasiswa di salah satu kampus di Yogyakarta dilecehkan salah satu dokter di klinik kampusnya, hal yang sama juga terjadi pada penyintas di salah satu kampus di Semarang. . Tidak hanya di lingkungan kampus, pelecehan seksual juga bisa terjadi di luar lingkungan kampus, penyintas di Bandung juga mengalami pelecehan seksual ketika sedang mengikuti kegiatan himpunan jurusannya di luar kampus. Pada 16 September 2020, Pelecehan seksual juga terjadi pada penyintas di FBS UNM, penyintas mengalami pelecehan seksual ketika sedang mengikuti kegiatan Lembaga Kemahasiswaan (LK). 

Baru-baru ini, kasus pelecehan seksual kembali diberitakan. Kasus pelecehan seksual terjadi di Universitas Negeri Makassar (UNM), pelaku kasus ini merupakan satpam UNM yang merekam mahasiswi pertukaran pelajar saat mandi. Dari berita yang bersumber dari salah satu koran nasional, Republika.id “Mantan Satpam UNM Pelaku Pelecehan Seksual Jadi Tersangka”, rektor UNM Husain Syam langsung menindak lanjuti kasus ini dengan memecat pelaku dan menyerahkannya ke pihak berwajib dan sekarang telah berstatus menjadi tersangka. Pihak kampus juga memberikan dukungan kepada korban berupa bantuan hukum.

Terdapat berbagai macam kasus kekerasan seksual terutama pelecehan seksual yang belum terungkap oleh penyintas dan orang sekitarnya akibat kurangnya dukungan dan wadah yang aman untuk menampung suara para penyintas. Dukungan dan wadah yang aman yang dimaksud merupakan jaminan keamanan dan dukungan hukum untuk para penyintas. Ketakutan para penyintas untuk melaporkan kejadian yang dialami berdasarkan dari kejadian-kejadian sebelumnya, contohnya diambil dari salah satu sumber berita terpercaya factual.id “Bullyan Terhadap Korban Pelecehan Seksual di Media Sosial di Doloksanggul” kasus pelecehan seksual yang korbannya menjadi bullyan di media sosial karena banyak pihak yang menunjukkan video korban tanpa disensor dan menjadi viral. Hal ini sangat tidak berpihak dan sama sekali tidak melindungi korban, padahal hal ini melanggar aturan privasi dan kode etik Jurnalistik. 

Adapun kasus pelecehan seksual yang terungkap di UNM baru-baru ini, pihak kampus telah memberikan tanggapan yang bijak terhadap kasus pelecehan seksual ini dengan tidak memberikan toleransi atas pelecehan seksual yang terjadi. Namun tetap saja, perlu diadakan revitalisasi oleh kemahasiswaan terkait pelecehan seksual di lingkungan kampus untuk mencegah dan mengatasi kasus kekerasan seksual terutama pelecehan seksual di lingkungan kampus, dapat berupa pengadaan wadah untuk melaporkan kasus pelecehan seksual dengan aman, dukungan keamanan secara penuh kepada para penyintas, pengadaan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk penanganan kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan kampus, pembentukan tim kekerasan seksual dan sosialisasi terkait pencegahan kekerasan seksual di lingkungan kampus sesuai dengan Pasal 5 Permendikbud  Ristek  Nomor 30 Tahun 2021.


Referensi

Estetika Pers “Kronologi Pelecehan Seksual, UNM butuh SOP?”. Diakses pada 28 Desember 2021 dari KRONOLOGI PELECEHAN SEKSUAL, UNM BUTUH SOP? • (estetikapers.com)

Factual.id “Bullyan Terhadap Korban Pelecehan Seksual di Media Sosial di Doloksanggul”. Diakses pada 13 Desember 2021, dari Bullyan Terhadap Korban Pelecehan Seksual di Media Sosial di Doloksanggul - Faktual.id

Institut Pendidikan Indonesia. (2018). Pedoman Kemahasiswaan. Diakses pada 28 Desember 2021, dari Pedoman-Kemahasiswaan-IPI-2018.pdf (institutpendidikan.ac.id)

Kementrian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. Harapan Merdeka Seutuhnya Dari Kekerasan Seksual Bagi Perempuan Dan Anak Di Indonesia (2020) Diakses pada 13 Desember 2021, dari KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN

ANAK (kemenpppa.go.id)

Kekerasan Seksual di Kampus;Antara Relasi Kuasa, Nama Baik, dan Regulasi. Diakses pada 13 Desember 2021, dari Kekerasan Seksual di Kampus; Antara Relasi Kuasa, Nama Baik, dan Regulasi – Daridesa.com

Lingkar Fakta News. GMKI Apresiasi Sikap Tegas Rektor UPR “Tidak Berkompomi Terhadap  Pelaku Pelecehan Seksual”.  Diakses pada 13 Desember 2021, dari GMKI

Apresiasi Sikap Tegas Rektor UPR “Tidak Berkompomi Terhadap Pelaku Pelecehan  Seksual” – Lingkar Fakta News

Republika.id “Mantan Satpam UNM Pelaku Pelecehan Seksual Jadi Tersangka”. Diakses pada 13 Desember 2021, dari Mantan Satpam UNM Pelaku Pelecehan Seksual Jadi Tersangka | Republika Online

Tirto.id “Testimoni Kekerasan Seksual: 174 Penyintas, 79 Kampus, 29 Kota”. Diakses pada 13 Desember 2021, dari Testimoni Kekerasan Seksual: 174 Penyintas, 79 Kampus, 29 Kota (tirto.id)

Posting Komentar