Foto bersama pengurus LK dalam agenda Penanaman Bibit Buah pada kegiatan Peringatan Hari Lahir yang ke-V BKM Marabunta FPsi UNM
Sumber: Dok. Pribadi Pratiwi Alimuddin
Psikogenesis, Kamis (28/09) - Peringatan Hari Lahir BKM Marabunta FPsi UNM yang kelima pada Sabtu (16/09) menyisakan persoalan. Beberapa pengurus lembaga, termasuk salah satunya Ketua Umum Maperwa Kema FPsi UNM  tidak mengenakan Pakaian Dinas Harian (PDH) pada salah satu agenda kegiatan.

Ketetapan Maperwa Kema FPsi UNM No. 6/TAP/Maperwa/VI/14 tentang Mekanisme Kerja dan Hubungan Organisasi (MKHO) Undang-Undang (UU) Kema FPsi UNM No. 03 tahun 2017 tentang atribut Kema FPsi UNM menyebutkan bahwa setiap fungsionaris kelengkapan kelembagaan diwajibkan untuk memakai PDH pada saat menghadiri kegiatan kelembagaan. Jika menilik pada aturan tersebut, pengurus lembaga Kema FPsi UNM yang hadir dalam Peringatan Hari Lahir BKM Marabunta tersebut harus menggunakan atribut sesuai dengan aturan di atas.

Ketua Umum Maperwa Kema FPsi UNM, Pratiwi Alimuddin, mengungkapkan bahwa salah satu pertimbangan mengapa dirinya dan beberapa pengurus LK lainnya tidak mengenakan PDH atau almamater saat itu adalah karena PDH akan kotor jika digunakan pada agenda penanaman bibit buah. "Selesai pi itu, baru kita suruh gunakan atributnya karena terancam kotor," ungkapnya. 

Lebih lanjut dijelaskan dalam Undang-Undang Kema FPsi UNM nomor 03 tahun 2017 tentang atribut Kema FPsi UUNM BAB V tentang PDH Pasal 13 No. 9 poin (a) bahwa PDH dapat digantikan dengan Kartu Tanda Pengurus (KTP) ketika PDH terancam kotor maupun rusak dalam suatu kegiatan. Namun sayangnya, tidak satu pun pengurus lembaga saat ini yang memiliki KTP sehingga aturan mengenai identitas pengurus lembaga pada saat itu dilanggar. Ketua Umum Maperwa yang akrab disapa Tiwi ini mengakui bahwa Maperwa sendiri masih sedang mengusahakan KTP. "Mungkin teman-teman luput yang masalah KTP dan lain-lain," pungkasnya.

Dinda Lestari selaku Sekretaris Komisi II Maperwa Kema FPsi UNM pun turut menanggapi hal tersebut. Dinda menyatakan bahwa aturan tersebut juga harus mempertimbangkan kondisi sosiologis di LK. "Jadi masih bisa ditolerir, berbeda nanti ketika adami alma (baca: almamater) dan KTP-nya," jelasnya. Dinda pun mengakui bahwa saat ini Maperwa masih belum ketat terkait UU Atribut. "Untuk saat ini, Maperwa akan adakan tindakan persuasif dulu ke setiap LK," tambahnya. (ASM).

Posting Komentar