Ilustrasi Sastra "Selusin Donat Oreo" oleh anonamatiran.
Sumber: Pinterest

Rintik hujan mulai turun kemudian menjadi hujan yang deras. Suaranya tidak terlalu terdengar karena tertutupi oleh music jazz di sebuah kafe. Suara hujan mengalah terhadap alunan lembut jazz. Lagu itu adalah lagu natal versi jazz, Have Yourself a Merry Little Christmas. Lagu kesukaanku, apalagi dalam versi jazz. Dan, ya, sebentar lagi natal akan tiba, sekitar dua bulan lagi. Harum cappuccino hangat menghampiri hidungku dan aku tahu pesananku sudah datang. “Satu cappuccino hangat dengan sepotong donat topping oreo. Selamat menikmati," ucap si pelayan dengan ramah yang kubalas dengan senyuman kecil yang tulus lalu si pelayan berlalu. “Umm, sungguh nikmat," gumamku dalam hati. 

Aku menggenggam erat gelas putih itu dengan kedua tanganku berusaha untuk menghangatkan diri. Hari itu memang sangat dingin, ditambah lagi dengan suhu air conditioner yang menunjukkan angka delapan belas derajat celcius. Tapi tidak apa-apa, aku suka suasana dingin seperti ini. Ditemani hujan, music jazz, secangkir cappuccino, dan sepotong donat oreo kesukaanku. 

Nikmat. 

Sangat nikmat. 

“Andai saja dia ada di sini, di hadapanku”. 

Terlintas pikiranku seperti itu. Lalu aku mengutuki diriku sendiri, “Bodoh, kenapa kau masih mengharapkannya? Jelas-jelas dia yang telah meninggalkanmu”. Ya, lelaki itu meninggalkanku dengan cara yang cukup menyakitkan. Dia memutuskanku secara sepihak dan memberitahukan keputusannya itu kepada sahabatku sendiri. Sungguh sangat kejam. Saat aku tau hal itu dari sahabatku, aku tidak dapat berkata apa-apa. Mataku terasa panas dan berair, dan hatiku tentu hancur setengah mati. Mungkin aku akan dianggap lebay karena menangis dan merasa hancur karena diputuskan oleh kekasih secara sepihak. Tapi percayalah itu sangat menyakitkan bagi yang sudah terlanjur cinta. Luka itu masih basah—belum kering—dan masih sakit. Rasanya baru kemarin kejadiannya. 

Aku menyeruput cappuccino yang sudah mulai dingin sambil berkhayal tentang rasa sakit itu. Manis. Sayangnya rasa yang dikecap oleh lidahku berbanding terbalik dengan rasa dihatiku saat ini. “Awas", suara itu tiba-tiba memekik di telingaku dan mengejutkan aku yang sedang menghayal dan setelah suara itu kurasakan air yang sangat dingin tumpah di bagian pahaku yang tertutup celana jeans panjang yang baru kubeli kemarin malam. 

Sial. 

Hal itu sontak membuatku berdiri dan berkata “Astaga, apa yang terjadi?”. “Maafkan aku, aku tidak sengaja. Aku tadi membawa pesananku lalu ada anak kecil yang tiba-tiba berlari melewatiku dan itu cukup membuatku terkejut. Lalu akhirnya.. kau tahu sendiri bagaimana akhirnya," kata lelaki itu sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong celananya. Sebuah saputangan. Ia memberikannya kepadaku untuk membersihkan air dingin yang tumpah tadi. Sepertinya itu bukan air dingin biasa tapi es cappuccino(?). Entahlah hanya si lelaki ini yang tahu. “Sekali lagi aku minta maaf," katanya sekali lagi. Aku yang tadinya agak membungkuk fokus membersikan kotoran yang ada di celanaku lalu mengangkat kepalaku. Dan,ups! Mata milikku dengan mata milik lelaki itu saling tangkap untuk bertatapan. Hanya beberapa senti saja jarak yang memisahkannya. 

Deg. 

Jantungku berdetak dengan kencang. Mataku masih menatap matanya, ia juga begitu. Indah. Berwarna hijau, tajam, dan teduh sorot matanya. Sekali lagi, sangat indah. “Apakah kau memaafkanku?," tanya  lelaki itu membuyarkan pikiranku. “Ah, apakah semudah itu untuk memaafkan orang yang telah mengotori celana yang baru kubeli kemarin malam dan membuat tubuhku menggigil kedinginan?," ucapku dengan nada yang agak tinggi. Aku memang agak jengkel dengan kejadian tadi. Pria itu terdiam sejenak namun tidak melepaskan pandangan dari mataku, lalu ia memasang senyum di wajahnya. Manis, membuatku terpaku dan mungkin sedikit menganga. “Kalau begitu aku akan membelikanmu secangkir cappuccino hangat", ia melirik ke gelas cappuccino pesananku yang hanya tersisa ampasnya saja dan piring kecil kosong yang terdapat remah-remah oreo. “Dan sepotong, ah, tidak, maksudku selusin donat dengan topping oreo”. Tentunya tanpa berpikir panjang aku langsung menyetujuinya, siapa sih yang dapat menolak selusin donat oreo?. 

“Tapi dengan syarat aku bergabung denganmu di meja ini," tambah lelaki itu. Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Aku duduk, lelaki itu juga duduk di hadapanku. Menatapku dengan senyuman yang kurasa tidak pernah pudar dari wajahnya. Aku kembali menatapnya dan membalas senyumannya. Saat itu aku tau, dia akan terus duduk di hadapanku. Menemani diriku di sini dengan secangkir cappuccino, selusin donat topping oreo, tangan yang menggenggam tanganku, dan yang akan membuatku lupa kalau hatiku pernah terluka dengan dahsyat.


-anonamatiran

Posting Komentar