Kegiatan Ruang Intelektual: Berbincang Film "Cerita dari Sulawesi".
Sumber: Dok. Pribadi

Psikogenesis, Rabu (26/07)- Badan Eksekusi Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Makassar (UNM) Menggelar kegiatan Ruang Intelektual: Berbincang Film "Cerita dari Sulawesi" pada Senin (24/07) kemarin yang bertempat di Baruga Keluarga Mahasiswa (Kema) Fakultas Psikologi (FPsi) UNM.

Kegiatan ini membahas mengenai pengaruh perusahaan pertambangan tehadap iklim di Sulawesi berdasarkan film Cerita dari Sulawesi dengan Slamet Riadi dan Mira Amin sebagai pemantiknya.

Slamet Riadi atau yang biasa dipanggil Memet membagi dua poin dalam pembahasan kali ini yaitu tentang bagaimana perlakuan alam terhadap air dan bagaimana perlakuan tambang tehadap alam.

“Mengenai aktifitas pertambangan nikel di Sulawesi Selatan saya membaginya menjadi dua bagian, petama soal bagaimana perlakuan alam terhadap air, dan yang kedua disini adalah perlakuan pertambangan terhadap alam,” jelas Memet.

Lebih lanjut Memet menjelaskan bahwa perlakuan alam terhadap air ada tiga yaitu menyerap, menyimpan dan mengalirkan. Memet juga menambahkan apabila suatu wilayah masih memiliki mata air maka dapat dipastikan bahwa wilayah tersebut masih lestari, karena proses alamnya masih terjaga. 

“Perlakuan alam terhadap air itu ada tiga menyerap, menyimpan dan kemudian mengalirkan, nah ketiga hal ini sebenarnya lahirnya kemudian dan sudah diatur sedemikian rupa oleh sang pencipta. Langkah-langkahnya itu alam menyerap air dalam tanah, kemudian serapannya menjadi cadangan air tanah dan dialirkan menjadi mata air yang ada. Jadi kalau masih banyak ditemukan mata air di wilayah-wilayah itu bisa dipastikan kondisi wilayah itu masih lestari,” jelas Memet mengenai poin pertama tentang bagaimana alam memperlakukan air. 

Selanjutnya untuk poin kedua Memet menjelaskan mengenai perlakuan tambang terhadap alam. Menurut Memet aktifitas pertambangan dapat mengubah bentang alam yang ada. 

”Menurut saya melakukan aktivitas pertambangannya itu sudah mengubah bentang alam. Kenapa karena dia mengubah bentang alam, karena satu alat alat perangnya yang dimobilisasi dimaksudkan ke wilayah yang ditambang sudah pasti mengubah bentang alam dan menebang beberapa pohon ya. Yang kedua adalah infrastruktur yang akan dibangun di wilayah itu juga sudah sudah pasti berbahaya,” tambah Memet. 

Selanjutnya perbincangan dilanjutkan oleh Mira Amin yang membahas mengenai transportasi listrik yang diwacanakan sebagai energi terbarukan tetapi dianggap kontradiksi, melihat sumber baterai yang digunakan berasal dari nikel. 

“Wacana soal energi terbarukan itu justru kontradiksi dengan dari mana kemudian diketahui baterai itu berasal. Nah, perlu teman teman ketahui bahwa baterai ini diambil dari hasil tambang nikel yang tersebar di beberapa daerah, khususnya di Sulawesi atau usia lagi Sulawesi Selatan,” jelas Mira. 

Lebih jauh, Mira menguraikan bahwa pertambangan nikel dapat berdampak pada bentang alam karena dapat menyebabkan krisis air besih, sumber air mengering, dan menyebabkan polusi udara. 

“Proses menggali bahan baku nikel itu benar benar merusak. Terutama dalam merusak bentang alam itu bahkan sebelumnya beroperasi. Fakta bahwa krisis air bersih itu sudah mulai dirasakan oleh warga. Tidak hanya air yang mulai mengering polusi udara juga mulai dirasakan oleh warga sekitar,” jelas Mira. 

Mira Amin kemudian menambahkan bahwa di wilayah Makassar terdapat beberapa izin usaha tambang yang akan dioperasikan, sekaligus menjawab pertanyaan apakah energi terbarukan memiliki manfaat yang besar bagi warga. 

“Kami mencatat bahwa ada beberapa izin yang sudah dikantongi oleh beberapa perusahaan besar yang ada di Makassar yang nantinya akan dioperasikan di sekitar wilayah Sulawesi Selatan. Energi terbarukan ini apakah bisa benar-benar bermanfaat bagi warga sekitar? Nah, sejauh ini kami tidak menemukan catatan baik yang dialami oleh warga sekitar tambang,” jawab Mira. (KEY) 

Posting Komentar