Ilustrasi Sastra "Pesan".
Sumber: Pinterest

Halo

Pertemuan kita singkat yah...

Lebih singkat dibanding hujan bulan juni.

Sebenarnya, kau siapa?

Apakah hatimu berpenghuni?

Jujur saja, ku nilai arogansi mu saat kita bertemu.

Namun, entah mengapa penilaianku menjadi semu.

Melihat ambisimu, berbagi cerita denganmu, menilai visi mu, cepat membuatku jatuh.

Hai 

Saat kau mulai mengirimkan ku pesan, dan kita mulai bercakap dengan gawai, pesanmu sudah tak dapat ku abai.

Kau tahu? Dengan cepat, tanpa kusadari, pesanmu telah menjadi prioritasku.

Lama menunggu balasan pesanmu menjadi kesenangan tersendiri, ketika notifikasi darimu muncul... 

Entahlah, tanya saja kepada mereka yang melihat bagaimana perilaku ku, sudah sangat sulit ku deskripsikan melalui kata-kata.

Kau tahu? Sebagai perempuan, aku membutuhkan validasi akan sikap mu dan perasaanku.

Walaupun meragukan, mereka percaya bahwa kita bisa bersama.

"Kau menyembuhkan psikis, sedangkan dia menyembuhkan fisik, kalian saling melengkapi," begitu kata mereka.

Namun, aku takut.

Aku takut salah menginterpretasikan sikap mu.

Tak mengapa, pun jika ternyata aku salah menginterpretasikan, dan ternyata sikapmu kepadaku merupakan sikapmu kepada semua orang, aku takkan marah, mungkin sedikit kecewa? Tapi entahlah.

Pada akhirnya, aku akan menikmati rasa debar ini meskipun sendirian, meskipun pesanku pada akhirnya sudah tidak berbalas, meskipun tak ada lagi notifikasi darimu.

Aku akan menikmati rasa ini hingga pada akhirnya kau datang dengan perasaan debar yang juga kurasakan.

Entahlah akan kau sebut apa karya ini, apakah senandika? Puisi? Curahan hati? Harapan? Intinya aku membuatnya untuk mencurahkan yang tidak dapat ku tuliskan dalam pesan kita, dikarenakan kau tak kunjung membalas pesanku, hanya membaca, dan membuat ku berfikir "apakah ada yang salah dari percakapan kita?"


-Butterfly

Posting Komentar