Surat Edaran Kemendikbud Nomor 1035/E/KM/2020 perihal Imbauan Pembelajaran secara Daring dan Sosialisasi UU Cipta Kerja pada Jumat (09/10). 
Sumber: 
Laman website Kemendikbud


Psikogenesis, Jumat (16/10)-Sehari setelah aksi aksi tolak Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia (SI), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 1035/E/KM/2020 perihal Imbauan Pembelajaran secara Daring dan Sosialisasi UU Cipta Kerja pada Jumat (09/10). 

Dalam SE tersebut terdapat poin yang menjadi sorotan khususnya bagi mahasiswa yaitu poin ke-4 di mana mahasiswa dilarang untuk berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa tolak Omnibus Law. Ada pun bunyi poin ke-4 pada SE tersebut, yakni "Mengimbau para mahasiswa/i untuk tidak turut serta dalam kegiatan demonstrasi/unjuk rasa/penyampaian aspirasi yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan para mahasiswa/i di masa pandemi ini”.

SE ini pun menuai tanggapan dari mahasiswa, salah satunya adalah Dyan. Dyan yang merupakan mahasiswa Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Negeri Makassar (UNM) menyetujui poin mengenai proses pembelajaran yang dilakukan di rumah dan bersifat kondusif.

“Juga poin tersebut bisa dinilai efektif untuk meminimalisir dampak dari pandemi corona saat ini,” jelasnya.

Di satu sisi Dyan menganggap bahwa pelarangan dalam menyampaikan aspirasi itu sangat tidak benar. Tapi beda halnya jika mahasiswa menyampaikan aspirasi dengan cara yang salah dan menimbulkan banyak hal yang dapat meresahkan banyak orang, maka larangan tersebut mungkin saja bisa dibenarkan.

“Poin yang saya kurang setujui ialah poin yang di mana melarang mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi dan seolah-olah agar mahasiswa ini tidak boleh ikut campur dalam permasalahan yang ada, seolah-olah aspirasi dibungkam,” pungkasnya.

Sementara itu salah satu mahasiswa berinisial MR dari Fakultas Teknik (FT) Universitas Hasanuddin (Unhas), mengatakan bahwa turunnya mahasiswa ke jalan bukan untuk menunjukkan eksistensi diri sebagai mahasiswa, namun karena didasari pada peran dan fungsi mahasiswa itu sendiri.

"Kami (baca: mahasiswa/i) turun menggelar aksi itu, agar pemerintah dapat mendengar aspirasi yang kami ingin sampaikan. Kami ingin membela para orang tua kita yang berprofesi sebagai buruh, petani, nelayan maupun yang berada dibawahnya yang dirasa karena adanya UU ini (baca: Omnibus Law Cipta Kerja) sudah terancam hak-haknya,” ucapnya. 

MR kemudian memberi komentar agar pemerintah seharusnya lebih fokus terhadap permasalahan daripada mengeluarkan surat dengan isi yang dapat menutup sarana penyampaian aspirasi masyarakat.

“Terkait mengenai Omnibus Law ini, saya harapkan semoga bisa dibicarakan dengan baik tanpa ada tindakan anarkis yang terjadi,” tutupnya. (016)

*Berita ini ditulis oleh peserta magang LPM Psikogenesis

Posting Komentar