Pamflet Ucapan Hari Kesehatan Mental Sedunia
Sumber: Dok. LPM Psikogenesis

10 Oktober, identik dengan World Mental Health Day atau Hari Kesehatan Mental Sedunia. Tetapi daripada memperingatinya sebagai suatu perayaan, kita semestinya memperingatinya sebagai peragaan. Kenapa? Karena kesehatan mental tak hanya sekadar perayaan, kita harus meleburkannya dalam diri masing-masing hingga kita dapat mempraktekkannya sebagai sebuah habits. Ya, kita harus sehat mental.

Hal ini tentu bukan tanpa sebab, kesehatan mental itu bukan hanya perkara kita dapat menghindari gangguan mental. Melainkan juga tentang cara kita berhasil menangani gangguan tersebut hingga dapat menghadapinya. Memang tak mudah, tapi bukan berarti mustahil untuk dilakukan.

World Health Organization atau disingkat WHO pada 2016 mengartikan kesehatan mental sebagai suatu kondisi dimana seseorang mampu menyadari kemampuannya, dapat mengatasi tekanan hidup, dapat bekerja dengan produktif serta dapat berkontribusi di lingkungannya. Sedangkan kondisi mental yang tidak sehat diartikan oleh Kartono dalam buku ‘Hygiene Mental’  sebagai ketidakmampuan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap tekanan, tuntutan, serta kondisi lingkungan yang mengakibatkan ketidakmampuan tertentu.

Memiliki permasalahan kesehatan mental sering diartikan sebagai penyakit. Namun, seperti halnya kesehatan fisik, kesehatan mental pun tak kalah penting. Kartika Sari Dewi dalam bukunya pada 2012 mengatakan bahwa terdapat banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa kesehatan fisik berkaitan dengan kesehatan mental, ketika salah satu sakit maka yang lainnya akan sakit juga.

Sehat dan sakit merupakan merupakan suatu kondisi biopsikososial yang menyatu dalam kehidupan manusia. Konsep sehat dan sakit tentunya mencakup secara fisik maupun psikis. Sayangnya, kita seringkali tak adil, condong pada satu sisi, hingga sisi yang lain diabaikan. Kita terlalu terfokus pada kondisi fisik, hingga lupa kondisi psikis.

Bila fisik dapat cedera, maka demikian juga dengan psikis. Malah mungkin cedera psikis lebih parah, karena lukanya tak terlihat. Lalu, sungguhkah kita harus memilih menyembunyikan luka tersebut? Jawabannya, tidak.

Kamu tentu tak tega membiarkan mentalmu yang telah terluka semakin kamu hancurkan dengan sendirinya. Memiliki gangguan mental bukanlah suatu aib, itu hanyalah salah satu bukti bahwa kamu masih manusia. Dan kamu tidak sendirian, apa buktinya?

Buktinya adalah pada Agustus 2020, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia atau PDSKJI mempublikasikan hasil temuan mereka berdasarkan layanan swabpersika masalah psikologi yang mereka adakan secara online selama pandemi Coronavirus Disease (COVID-19). Hasilnya, dalam kurun waktu April-Agustus 2020 terdapat 4010 swaperiksa yang menggunakan layanan mereka. Dan tak sampai disitu, dari 4010 swabperiksa ditemukan 64,8% didiagnosis mengalami kecemasan, 61,5% mengalami depresi, dan 74,8% mengalami trauma. 

Kesehatan mental adalah suatu tujuan. Kita harus mampu memahami makna sehat mental dan faktor yang mungkin mempengaruhinya. Kita pun harus memahami pendekatan yang digunakan untuk penanganan kesehatan mental. Tak sekadar pengetahuan, tapi juga kemampuan untuk mengusahakan peningkatan serta pencegahan kesehatan mental pada masyakat. Sikap proaktif diperlukan disini, gunakan seluruh sumber daya yang kamu miliki untuk melakukan upaya menyelamatkan seseorang dari kondisi yang kamu sendiri tak menginginkannya. Sama halnya denganmu yang menginginkan baik-baik saja, orang lain pun demikian. 

Hari ini, 10 Oktober 2020, kita memperingati hari Kesehatan Mental Sedunia. Dan dalam perayaan ini, untukmu yang masih meragukan dukungan mereka yang menantikan kesembuhanmu, mari rayakan hari ini dengan proses kesembuhan dirimu. Kamu tak perlu terburu-buru, perlahan-lahan saja.  Tak perlu malu mengatakan kamu butuh bantuan untuk sembuh. Sekali lagi, kamu tidak sendirian. Kamu harus sembuh! Karena yang menantikan kesehatanmu, bukan hanya dirimu saja, namun juga seisi dunia. 

Buatlah egomu meluluh, agar dirimu dapat memulih. Karena It’s okay not to be okay.

Dan terakhir, pesan saya yang pernah berada diposisi kalian; KAMU BERHAK UNTUK SEMBUH! (BLU) 

Referensi

Dewi, K. S. (2012) Buku Ajar Kesehatan Mental. Semarang: UPT UNDIP Press Semarang

Kartono,K. (2000). Hygiene Mental. Bandung: CV. Mandar Maju

Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI). 2020. 5 Bulan Pandemi Covid-19 di Indonesia. Diakses melalui http://www.pdskji.org./ pada 10 Oktober 2020.

World Health Organization (WHO). 2018. Mental Health: Strengthening Our Response. Diakses melalui https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/mental-health-strengthening-our-response pada 10 Oktober 2020

Posting Komentar