Jas almamater pertama kali dicetuskan oleh salah satu dosen yang mengampu mata kuliah Psikologi Umum yakni Ismarli Muis. Jas almamater berlaku sejak angkatan 2000, sejak saat itu jas almamater diterapkan untuk membedakan jurusan psikologi dengan jurusan lain di Fakultas Ilmu Pendidikan. Jas almamater kemudian digarap untuk dibuatkan peraturan eksekutif sejak 2012-2013 yang kemudian disahkan pada tahun 2015 “Tentang Penggunaan Jas Almamater bagi Mahasiswa Baru.” 

Pada tahun 2017 mahasiswa baru menolak kebijakan jas almamater dengan menyebarkan pamphlet bentuk infografis dengan logo UNM serta tulisan “Jas Almamater Overdosis Pemakaianmu.” Salah satu mahasiswa baru memilih untuk membuat pamphlet tersebut karena merasa tidak sepakat dengan adanya aturan pemakaian jas almamater. Mereka mulai merasa bahwa aturan tersebut tidak sesuai dengan penerapannya. Kurangnya informasi mengenai esensi jas almamater serta dinilai tidak sesuai ekspektasi penerapan jas almamater menjadi kendala bagi maba. 

Hasil survey yang telah dilakukan pada 186 Mahasiswa Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Negeri Makassar (UNM) menunjukkan bahwa 48 dari 67 responden mahasiswa baru (maba) 2017 dan 107 dari 119 responden mahasiswa di luar angkatan 2017 mengetahui arti dari penggunaan almamater bagi maba, sedangkan 19 responden maba 2017 dan 12 responden angkatan selain 2017 tidak mengetahui arti dari penggunaan almamater bagi maba. 155 responden yang menyatakan mengetahui arti penggunaan almamater bagi maba, 3 responden memaknai penggunaan almamater sebagai fungsi kontrol, 5 responden memaknai sebagai aturan penggunaan untuk mahasiswa baru, 43 responden memaknai sebagai identitas, 52 responden memaknai karena memiliki banyak kegunaan, 2 responden memaknai sebagai pembiasaan sebelum bekerja, 9 responden memaknai sebagai budaya di FPsi, 11 responden memaknai sebagai bukti cinta almamater, 3 responden memaknai agar terlihat rapi dan disiplin, sedangkan 23 responden lainnya memaknai lain-lain. 

Dari survei yang telah dilakukan tersebut juga diperoleh hasil mengenai keresahan maba 2017 terhadap aturan kemendiklat. Hasil survey tersebut menunjukkan 24 dari 67 responden maba 2017 memiliki keresahan terhadap aturan kemendiklat. Dari 24 responden yang menyatakan memiliki keresahan terhadap aturan kemendiklat, 4 responden memiliki keresahan dengan penggunaan almamater setiap hari, 5 responden memiliki keresahan memiliki keresahan karena tidak diberi kelonggaran meskipun menggunakan alasan yang logis, 3 responden memiliki keresahan terhadap penggunaan pantofel, 2 responden memiliki keresahan terhadap pemakaian almamater di dalam kelas, sedangkan 9 responden lainnya tidak memberi alasan yang jelas mengenai keresahan mereka.

Riset Tabloid Edisi XVI, November 2017

Posting Komentar