Aku benci ke-tanpakata-an ini. 
Rasanya tiga puluh menit bukan waktu yang sepadan. Merangkai kata butuh berkali lipat lebih lama. Sia-sia saja. Di hadapanmu aku kehilangan.

Jarum jam seolah ingin berkhianat, menghentikan waktu. Namun ia sama tak berdayanya sepertiku. Tertawa mungkin pilihan terbaiknya. Karena hidup ini benar-benar lelucon. Tapi lagi-lagi kita tak berdaya menertawakannya.

Aku memenjarakan supernova di bola mataku. Tidakkah kau lihat kata-kata yang meledak di sana? Aku lebih suka jika mataku saja yang berbicara. Karena pelangi di matamu lebih dulu membuatku bungkam.

Kata-kata seperti “aku mencintaimu” adalah bukan aku. Menyampaikan sesuatu secara gamblang akan terasa hambar. Aku ingin kau pun memahami bagaimana aku menerka-nerka. Aku belajar puisi untuk menemukan kata gantinya.

Kubiarkan jam dinding menertawaiku sekali lagi.
Tiga puluh menit berlalu.
Aku belum menemukan kata yang tepat.

Pusis karya: Hutami Nur Saputri

Sastra Tabloid Edisi XVI, November 2017

Posting Komentar