Foto Bersama WD I FPsi UNM Bersama 25 Mahasiswa FPsi UNM dalam Kegiatan Turun Lapangan ke Pulau Lakkang pada Selasa (25/10).
Sumber: Dok. Pribadi

Psikogenesis, Senin (31/10)- Wakil Dekan (WD) I Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Negeri Makassar (UNM) bersama 25 mahasiswa melakukan kegiatan turun lapangan ke Pulau Lakkang pada Selasa (25/10) lalu, bertempat di Sekolah Dasar (SD) Negeri Lakkang dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) 44 Satu Atap, Kecamatan Tallo, Kota Makassar. 

Eva Meizarra Puspita Dewi atau akrab dengan sapaan Eva selaku WD I sekaligus Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) dari program Kampus Mengajar 4, membimbing sekelompok mahasiswa selama program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Kampus Mengajar. Mahasiswa program MBKM Kampus Mengajar bertugas mendampingi para siswa di Pulau Lakkang yang beberapa diantaranya tidak bisa baca tulis dan menghitung.

"Posisi saya sebagai DPL Kampus Mengajar 4 yang ada di sana. Kebetulan mahasiswa yang ada di sana itu bukan anak Psikologi, tapi dari jurusan lain. Selama program MBKM Kampus Mengajar di sana, mereka punya siswa yang didampingi dimana tidak bisa baca tulis dan menghitung padahal sudah SMP. Saya sebagai pendamping merasa bahwa hal ini perlu intervensi," jelasnya.

Untuk itu, Eva sebagai DPL dari program Kampus Mengajar yang juga merupakan Dosen Psikologi memberikan kesempatan kepada mahasiswa Psikologi yang memprogramkan mata kuliah Kesulitan Belajar untuk melakukan praktik lapangan ke Pulau Lakkang. 

“Yang diperoleh dari praktik lapangan di sana, anak-anak yang mengikuti program Kampus Mengajar itu merasa terbantu dengan kedatangan mahasiswa dari Psikologi, karena telah tedeteksi bahwa siswa yang mereka dampingi memang memiliki IQ (baca: Intelligence Quotient) yang sangat rendah. Yang kami kunjungi itu adalah Sekolah Satu Atap SMP dan SD, maka guru-guru di sana meminta kami untuk mengunjungi SD-nya juga,” lanjut Eva.

Kemudian Eva menambahkan bahwa sesampainya di SD, dimintalah para guru untuk mengumpulkan siswa-siswi yang menurut mereka memiliki kesulitan belajar dalam kelas. Kemudian para siswa tersebut dites menggunakan alat IQ dan alat screening kesulitan belajar.

“Kami ke sana membawa alat ya, alat IQ dan alat screening kesulitan belajar. Ketika mereka dikumpulkan di kelas itu saya melakukan screening terlebih dahulu. Betulkah dia tidak bisa baca tulis dan menghitung? Dan ternyata bisa. Ada sekitar lima orang saya kembalikan ke kelasnya karena ternyata mereka tidak memiliki gangguan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Eva menyebutkan bahwa setelah dideteksi, para siswa yang digolongkan memiliki gangguan kesulitan belajar memang mempunyai IQ yang rendah. Namun hal tersebut bukanlah alasan mereka digolongkan sebagai anak dengan gangguan kesulitan belajar.

“Ciri-ciri kesulitan belajar itu seperti tidak bisa membedakan satuan puluhan, tidak bisa membedakan huruf. Tetapi hal itu tidak ada dalam diri mereka, artinya anak-anak tidak memiliki gangguan kesulitan belajar yang sesungguhnya. Hanya saja mereka kurang latihan soal,” lanjutnya.

Terakhir, Eva menyampaikan harapannya agar sekolah-sekolah yang ada di pelosok Kota Makassar bisa lebih diperhatikan. Terkhusus kepada mahasiswa Fakultas Psikologi, Eva menyampaikan harapannya agak banyak yang bisa mendaftar program Kampus Mengajar mengingat banyak keuntungan yang bisa diperoleh.

"Harapan saya adalah kita itu harus melihat pojok-pojok sekolah yang ada di luar Makassar dan harapan saya juga adalah anak-anak Psikologi daftar program Kampus Mengajar karena banyak hal yang bisa didapatkan ketika kita ditempatkan ke pelosok-pelosok," tutupnya. (004)

Posting Komentar